Sunday, September 28, 2014

I'm So Loved

When you never tired to seek an answer, someday you will surely have what you asking for. and for me, it is a truth. I don't want any other than that. A truth that can help me or crush me. A truth that i didn't have courage to seek for and a truth that will make me stronger or weaker. And the truth that i seek for really unpredictable. The story that "the old man" told me really crush every hope i have since 12 years old. The answer i seek since child until then was crushed into pieces, made me lose my confident and always try to run away from the reality. Unwanted, not loved until the worse became my everyday nightmare. I have to overcome all that by staying alive with cold-hearted. And after long time i lose, i had all answer i seek for. Those thing such unwanted, not loved and the worse is wrong. I could feel it in every word, every movement that give me a warm feeling. A warm feeling that throw away all my worry and anxiety. 

And, i could accept myself for everyday in my life that so precious. Now, i can mheoving forward without scared of something bothering me before. And i want to be cool woman like her.

Monday, August 11, 2014

The First Invitation

Kadang tulisan gak sesuai sama judulnya. Tapi mungkin maknanya sedikit berhubungan jika memikirkan apa yang telah aku dapatkan dalam beberapa waktu ini. Bukan sesuatu yang istimewa, tapi itu mengandung motivasi jika dipikirkan secara prositif, namun sebaliknya dia juga bisa mangundang cemoohan. Dalam suatu perjalanan yang entah kemana tujuannya dan tidak tahu bagaimana mencapai kesana, seorang kakek tua yang mungkin usianya sudah 4 kali lipat usiaku memberikan sebuah pelajaran berharga kepadaku. Beliau yang sudah berjalan harus dengan bantuan tongkat dan kadang dituntun oleh orang lain, dengan semangat yang sedemikian besar dan niat yang begitu kuat tetap berusaha menjalankan kewajibannya dan itu memberikan sebuah contoh dan tamparan yang hebat untukku. Yang selama ini ada dipikiranku dan apa yang aku inginkan tidak dapat bertemu disatu tempat dan terus-menerus membuatku ragu, karena pengalaman itu aku mendapatkan keberanianku untuk "berargumen" dengan keraguan. Sebuah kata yang harus tetap ada, namun tidak boleh mengambil alih semua keputusan. Mengambalikan keberanian memang tidak mudah, tapi aku mendapatkannya kembali saat mengingat pengalaman hari itu. Dan seseorang selalu mengatakan kepadaku, "jangan bersaing dengan masa lalumu, tapi cintailah dirimu yang sekarang sehingga kau akan berani mengharapkan sesuatu yang hebat dimasa depan"

Thursday, July 10, 2014

_...._

Tidak bisa memberi judul apa-apa. Hanya sekedar menuangkan pemikiran yang entah bagaimana semakin kacau dan carut-marut.

Thursday, May 22, 2014

Semua Hanya Rencana Manusia

Jika diingatkan 19 tahun lalu, impian saat menjadi dewasa itu sangat lucu, kadang malah terdengar aneh. Kemudian saat ditanya kembali, kebanyakan akan berubah sesuai dengan pemikiran dan pengaruh lingkungan. Seorang yang bisa menilai akan membawa impiannya ke hal yang postitif dan berusaha melakukan sesuatu yang akan membawanya mendekat pada impian itu. Lalu, saat pola pikir sudah semakin berkembang dengan bertambahnya usia,impian akan lebih kompleks dan kompleks lagi. Saat seperti inilah kadang seseorang lelah bermimpi dan berusaha mengejar impiannya dan malah menghabiskan waktu dengan apa yang diinginkannya, bukan sesuatu yang dibutuhkannya. Padahal mengembalikan diri ke tempat yang ingin dituju itu membutuhkan keberanian dan kemauan yang sangat besar. Kadang seseorang memilih untuk berjalan kembali pada tempat yang ia tuju saat ia mengalami pengalaman buruk dan menyalahkan diri sendiri maupun orang lain karena kesalahan itu. Kemudian jika pikiran negatifnya yang menang saat 'pertarungan' di hati dan pikirannya, maka ia akan terus memikirkan keburukan yang terjadi padanya tanpa berniat untuk mengambil pelajaran dan berusaha memperbaiki diri. Dan, semua itu kadang diluar yang sudah ia rencanakan.


Lalu, saat ia memilih untuk berpikiran positif dan menerima keburukan yang terjadi padanya menjadi pengalaman dan pelajaran, maka ia sudah mengurangi pemikiran yang tidak perlu karena dia tidak akan menyalahkan siapa-siapa dan berusaha memikirkan kemungkinan-kemungkinan "seandainya". Memilih itu hak manusia, termasuk merencanakan pilihan yang akan dia jalani. Tapi, semua itu hanya rencana manusia, kadang yang sudah direncanakan memiliki jalan yang sangat terbalik dan membuat pemilik rencana bersedih. Saat memulai untuk berencana, jika memang benar takut untuk mengalami keburukan, kenapa tidak dengan memikirkan kemungkinan yang akan terjadi saat mengambil keputusan? Bukankah lebih bijak seperti itu, sehingga saat kejadian terburuk terjadi, kita akan lebih siap dan lebih bisa menerima kemungkinan itu. 

:)

Friday, May 16, 2014

Please Break The Promise

I said this not because i could not keep my promise, but you are the one who broke the old one. Even i keep my promise, it's hard to keep yours. Promise is not made alone, it's made between two. That's the reason i always try my best to keep mine. But, if i the only one keeping mine, and the other party just let it go, what should i do? If i keep my promise, then many people will make speculation then lead it in misunderstanding. I won't say i right. But, that's why i always ask "seriously? really?" before i giving nod or accepting a promise. Promise is like a debt. Even i become your number one enemy, i will always keep the promise you made me before everything happen.


And now, i asking you, nicely, if you can not hold your promise, please break it. I won't to be the one who broke it. I always set my mind to keeping myself from betraying people, so they don't get hurt by me. So, please, just moving forward is alright, but please clear all the 'debt' you made me. If i the one who should finish it all, i can't do that. Every single detail when it happen, i remember it all. That's why it will become burden once one side forgot or run away from that. *Sigh...Just finish it or broke it!at least i keep mine and still trying. I won't run away from it and say i'm done. If this burden will hunt me down later, i have my reason why i can't finish one of it. And until then, i'll stay and try to keep mine.

That's not right. If you have problem in remebering, make a note. It's not funny when you made a promise, but you are the one who forgot. That's problem!

Monday, May 5, 2014

A New Feeling

Feels like magic...
It work at my mind and my heart...
I can't even look straight when he smiles
But i do, take a glances sometimes to see it
What a new feeling...

I avoid the talking eyes
I avoid looking the talking eyes...
Just what happen with me?
I never felt like this before
Just looking him smiling melt my thinking ability
Just when i try to head up, i getting hit by his voice
Then again, i can't function straight and keep avoiding
Keep saying 'i'm okay' but my mind and my heart disobey...
I'm not okay...
I already getting hit by thousand rare feeling
I already felt ghosebumps...

But...that is...only in a dream... :P

Sunday, May 4, 2014

Today is Stuck Again

You read that right!!

Kalau seandainya aku gak pernah bikin janji sama kakek, mungkin seluruh isi hutan udah aku sebutin didepan mukamu!! Itu ucapan sama sikap dijaga, jangan memutar balikkan situasi. Karena aku diam jadi seenaknya mengumbar kebohongan? Sekarang omonganmu sendiri balik nyakitin kan? Peristiwa atau kejadian nggak harus dikasih tahu ke semua orang, cukup yang mengalami yang tahu. Kalau memang mau cukup melihat atau merasakan dari sisi korban atau pelaku silahkan. Tapi amat lebih bijak jika kamu berusaha melihat dan merasakan dari kedua sisi. Aku mengucap salam dan mengajak berbicara terlebih dulu bukan berarti aku melupakan sikapmu yang membuat pedih. Setidaknya aku merasa aku tidak memutuskan pertemanan, ataupun berbalik membuat musuh untukku. Kalau kemudian dengan aku demikian kamu berkata "Tuh, kebukti kan? yang nyapa duluan yang salah?" Rasanya darahku yang udah dingin adem ayem jadi mendidih lagi. Ini orang nggak ada rasa apa ya? Kalau emang nggak mau dianggap orang salah, bukannya lebih baik ditutup ceritanya dan berusaha membuat cerita yang lebih baik. 

Juga dengan mengatakan bahwa aku yang salah dan membuat semua orang meminta penjelasan dariku? Aku lebih memilih diam. Toh, akan ada orang yang juga tahu tentang kebenarannya dan telah mengatakannya. Setidaknya aku lebih menghargai kalau memang bersalah, cukup minta maaf dan mari memulai lagi. Jangan seperti ini, menghujamkan pisau, menariknya kembali lalu menghujamkannya kembali ketempat yang sama. Just out of my imagination. Dan, bukannya aku juga sudah membuktikan bahwa kau masih teman baikku? Aku masih ingat tujuanmu dan tanpa malu, aku masih memberitahumu kan? Jadi kalau memang kau merasa tidak bersalah seperti ucapanmu, bukankah kau juga tidak akan malu untuk bertegur sapa denganku, tanpa aku terlebih dulu yang memulai? lain lagi kalau kau merasa bersalah, mungkin menghindar juga bisa menjadi solusi. Tapi ingatlah, kemarahan itu selalu ada pemicunya, kekecewaan selalu ada sebabnya. Jadi, jangan bersikap menutupi dan menghindar, lebih baik berubah dan memperbaiki. Tidak baik jika dikemudian hari kamu melakukan kesalahan yang sama.



Sunday, March 30, 2014

Foreword

Sebuah tulisan yang tersimpan didraft yang belum sempat diposkan..

Aku selalu melakukan ini saat menjelang tidur. Me-rewind semua aktivitas yang terjadi selama satu episode sehari itu. Kemudian berpikir mana yang memberiku pengalaman, mana yang memberiku pelajaran dan mana yang memberiku kenangan. Kemudian hari ini aku menyadari sesuatu, aku tidak memilih saat memutuskan untuk berteman dan aku selalu mencoba apa adanya, bukan ada apanya. Aku mengirim pesan kepada beberapa orang yang aku pikir akan mengkritikku saat aku bertanya pertanyaan seperti itu. "Kenapa kalian mau berteman denganku?" Kukirim pada 10 orang dan mereka semua mengatakan hal yang sama. "Tidak ada alasan khusus untuk berteman denganmu, seperti kau pernah bilang, tak ada alasan khusus kau mau berteman denganku" inti jawaban mereka. Kemudian beberapa dari mereka menelponku menanyakan kenapa tiba-tiba mengirim pesan seperti itu, dan aku hanya menjawab "Seperti biasa, renungan sebelum tidur" Dan mereka mengerti dan memutuskan hubungan telpon. Satu diantara mereka malah mengatakan "Renunganmu kadang membahayakan" ucapnya sambil tertawa. 

Tidak buruk melakukan renungan, tapi dia benar, kadang renunganku bisa berbahaya karena mempengaruhi moodku keesokan paginya. Saat aktivitas yang aku lalui berjalan mengecewakan atau menyakitkan, keesokan pagi saat aku membuka mata, moodku akan hancur dan mendung akan menyelimuti seharian itu. Rasanya tidak adil karena kejadian hari ini kebawa sampai besok. Ada satu hari saat kejadian hari sebelumnya sangat membuatku kesal dan keesokan harinya saat aku praktikum, awan mendung menutup pikiranku dan aku muram seharian. Aku merasa bersalah kepada semua rekanku yang merasa tidak nyaman didekatku. Aku juga tidak bisa mengatakan apa-apa karena itulah aku. Saat praktikum selesai, kebetulan setelah itu adalah kelas yang lumayan tidak aku sukai. Dan untuk pertama kalinya, aku tidur saat kuliah sedang berlangsung. Aku tak tahu apakah ada yang menyadarinya, tapi aku tidak peduli. Dosen yang mengajar juga sepertinya tidak melihat. Aku tidur kurang lebih selama 45 menit, dan aku terbangun saat mendengar ujian akan diadakan setelah penjelasan materi selesai. Dan yang aku pikirkan adalah aku pasti tak akan bisa menjawab karena aku tidak mengetahui apapun yang dijelaskan sebelumnya. Dan benar saja, saat ujian aku mengarang indah dilembar jawaban ujianku. Mungkin tidak bisa disebut mengarang, karena isi jawabanku hanya 2-4 kalimat pendek yang entah bagaimana aku bisa menuliskannya. Kelas selesai dan aku pulang. Lagi, aku merenung kembali saat malam sebelum tidur. Hah, hari yang berantakan, pikirku, Dan hari itu berakhir dengan sangat malas. Aku tidak mengerti bagaimana mengatakan dan menjelaskan kepada mereka yang bertanya, karena begitulah yang terjadi saat moodku hancur sejak pagi. Dan keesokan harinya, aku memilih untuk bolos kuliah dan menonton saja di bioskop. Kebetulan ada film yang ingin sekali aku tonton. Aku menonton sendirian dan menikmati waktu bolosku. Tugas dan ujian? Aku tidak peduli untuk hari itu. Hanya satu harapanku, aku tidak bertemu siapapun temanku hari itu di tempat itu. Ahhaha. 

Waktu itu aku belum begitu dekat dengan siapapun dikelas. Aku mungkin dekat dengan beberapa orang, namun aku belum berpikir untuk percaya kepada orang lain. Saat aku berjalan keluar bioskop, hapeku berbunyi. "Tengok kekanan!" dan aku menoleh kekanan. Dia, sahabatku ada disana. Ah, kebetulan, perutku lapar dan aku menodongnya. Sambil makan kami membicarakan hal tidak penting dan tentang pertemanan. Hapeku berbunyi. Sebuah sms masuk, aku belum membacanya. Setengah jam kemudian, satu sms masuk lagi. "Nggak dicek?" tanyanya. Aku keluarkan hape dan membaca dua pesan. Tugas, tugas dan ujian. Hahaha, perkiraanku benar. "Ada tugas dan besok ujian, ada yang ngingetin aku" jawabku. Bukan mengingatkan, tepatnya adalah menanyakan kalau aku sudah atau belum tugas itu dan sudah belajar untuk ujian besok atau belum. "Kadang kamu menakutkan. Seperti sekarang kalo kamu lagi hilang minat, kau beneran sangat cuek." ucap temanku. Dan aku pulang kerumah setelah itu dan memeriksa tugas apa yang diberikan minggu lalu. Kebiasaan buruk, kejar tayang. Lalu sejam kemudian aku sudah selesai mengerjakan dan berniat untuk tidur saat teringat, "Ah, besok ujian" dan aku tidur. Bagaimana ujian besok? Kita lihat saja nanti. Saat tidurku sudah hampir lelap, sebuah pesan masuk ke hapeku, Isinya adalah sebuah curahan kebingungan seorang teman karena dia belum menyelesaikan laporan praktikum. Ya, besok ada dua laporan yang harus dikumpul karena pada hari saat pengumpulan asli adalah hari libur. "Oke, aku buatin laporanmu." ucapku. Setelah tarik ulur karena alasan merepotkan dan lain-lain, akhirnya aku menyelesaikan laporannya dan mengirimkannya. Dan, saatnya tidur. Baru saja mataku mau menutup, pesan lain masuk menanyakan apakah aku masih punya bahan untuk tugas. "Oke, aku kirim, masih ada 2 lagi" Aku sudah sangat mengantuk saat itu untuk berargumen karena jam sudah menunjukkan pukul 10.30. Selesai aku kirim, aku matikan hapeku dan tidur. 

Keesokan harinya, jam 4.30 aku nyalakan hapeku dan membaca sebuah pesan yang sangat banyak dari orang yang sama. Jam 4.00 dia mengirim pesan itu. Kemudian aku menelponnya. Benar seperti perkiraanku, dia bergadang semalaman mengerjakan semua tugas dan laporan hari ini. Akhirnya aku kirimkan bahan terakhirku untuknya. Pukul 6.45 aku sudah berada dibus untuk berangkat kekampus. Saat dibus, aku mendapat sms untuk menemui ibu ******** yang merupakan dosen dijurusanku. Selesai kuliah pertama, aku menemui beliau. Dan, berita buruk. Aku diminta ikut sebuah kompetisi yang aku bahkan merasa aku bukan pilihan yang tepat. Ada satu orang lagi, tapi dia sudah dikabari kemarin saat aku bolos. Dan mimpi buruknya adalah, kompetisi itu akan diselenggarakan minggu depan. Haish...tak ada cukup waktu. aku ingin mundur, tapi temanku memintaku tetap ikut karena dia sendirian. Okelah, aku tetap ikut. Tapi aku yang sedang 'kosong melompong' tidak ide apapun. Kemudian hal gila terpikir dipikiranku. Aku perlu penjelasan kenapa selalu aku yang selalu jadi korban, padahal banyak yang lebih baik dikelasku. Aku tidak mengerjakan sedikitpun yang diinstruksikan sebagai syarat mengikuti kompetisi itu sampai H-1. Dan malam itu, kakak tingkat mengirimiku sebuah draft dan template untuk membuat tulisan itu. Oke, aku buat. Dan selesailah tulisan itu, tapi sudah pukul 4 pagi. Aku tidur kesiangan, aku gak tidur aku gak bakal bisa konsen. Aku memilih tidur, dan benar saja, aku kesiangan. Aku sampai ketempat kompetisi telat 15 menit. Aku hanya menikmati selama acara berlangsung tanpa memikirkan aku akan seperti apa nanti didepan. Di"bantai"? aku tidak peduli. Aku masih dalam tahap belajar. Setelah acara itu berakhir, aku belajar lagi satu hal, aku belum bisa berteman dengan diriku sendiri. aku belum bisa memaksa diriku sendiri dan aku belum bisa membawa pikiranku untuk mengerjakan hal yang ingin aku lakukan. Dan itu merupakan pengalaman yang aku tak bisa lupakan sampai hari ini. Aku menyadari betapa aku bisa sangat cuek walaupun pada perasaan dan pikiranku sendiri. 

Friday, March 28, 2014

'Crack' Because of You

Kebetulan sudah dapat ijin untuk mempublikasikan tulisan ini...

'Crack' Because of You...
Kamu itu kayak batu tempat aku mebenturkan kepala, kepalaku pecah juga kamu tetep nggak apa2,
Kamu itu kayak dinding, aku cerita sebanyak apapun juga kamu gak bakal menanggapi cuma diam,
Kamu itu kayak botol kaleng kosong, aku tendang-tendang juga bukan kamu yang luka, kakiku yang sakit,
Kamu itu kayak air di sungai, aku ambilin per ember juga kamu tetap ngalir dan ada terus,
Kamu itu kayak bantal, aku nangis sebanyak-banyaknya juga paling kamu basah gak protes,
Kamu itu kayak boneka, lucu dan imut tapi aku puji juga diem aja,
Kamu itu kayak buku, aku baca, aku mengerti, aku peluk waktu tidur, tapi kamu tetap gak bergeming,
Benar, kamu emang kayak itu, tapi..
Kamu juga kayak selimut, didekatmu aku merasa hangat,
Kamu juga kayak bunga, melihatmu aku selalu tergoda untuk terus memandangmu,
Kamu juga kayak baju, menutupi kelemahan dan kekuranganku,
Kamu juga kayak pensil, denganmu aku bisa menuliskan semua perasaanku,
Iya, kamu memang seperti itu,
Tapi,
Kamu seperti bintang, aku bisa memandangmu tapi tak mampu meraihmu,
Kamu seperti komik, menghiburku tapi aku tak bisa melihat responku padamu,
Kamu seperti vas bunga, aku mengagumimu bungamu tapi tak bisa mengatakannya aku juga mengagumi,
Kamu seperti printer, aku menulis dan mencetak "Aku mencintaimu" tapi kau tak mengerti,
Dan,
Aku berharap, kau mengerti kenapa aku mengirimkan pesan panjang lebar kepadamu!
Ahahahahahaha......

Hoaahmm...

Barusan dikirim sms panjang lebar tinggi luas volume lengkaaap. Ahahaha, ini orang niat amat. Ngebacanya perlu waktu sekitar 3 menit. Baru sampe titik dikalimat terakhir, ada sms lagi. "Menurutmu apakah pesanku layak dibaca dan ditanggapi??" Kemudian tanganku segera memulai mengetik balasan. Baru saja terketik kata "Ya, tu" hapenya berbunyi, namanya ada dilayar. Tanganku memencet tombol untuk menjawab telponnya. Baru saja itu telpon nempel dikuping, dia udah teriak "Oeeey..lama amat jawab pesan sependek itu!!!" Otakku cukup lama memproses kalimatnya, kemudian aku jawab "Oke! tutup telponnya, tunggu smsku 3 menit lagi!" dan kututup telponnya. Aku mengetik sms yang panjangnya sama dengan smsnya dan mengirimkannya. Tepat 3 menit kemudian aku mengetik sms lagi "Menurutmu apakah pesanku layak dibaca dan ditanggapi??". Aku menunggu 20 detik dan kemudian aku lakukan hal yang sama, menelponnya. "Oeeeey..lama amat ngejawab pesan sesingkat itu!!!" dengan kaget dia ngejawab "Aku baru baca pesan pertamamu, baru kebaca 2 halaman, panjang amat smsmu.."jawabnya dengan suara kebingungan. "Nah, aku juga kayak itu, sebanyak smsmu tadi, aku udah baca semua dan baru mau ngetik jawaban untukmu, malah kau telpon. Jadi, sabar kalo pengen respon!!HUH!" Ahahaha...kami tertawa berdua dan akhirnya malah kalimat saling ejek keluar. Sudah lama tidak berbicara sebebas itu, ah..bukan bebas, lepas..bisa berbicara dengan orang yang satu 'alam' dan menyadari keberadaan satu sama lain. Rindunya tertawa dan bercerita tanpa harus menjaga perasaan orang yang diajak bicara. Ahahaha, aku bisa tertawa dengan baik hari ini, tanpa menahan nafas atau menyembunyikan apa yang aku pikirkan. "Lain kali kalo mau sms kira2 panjangnya, enak aja udah lama ngilang, tiba2 sms sepanjang Bengawan Solo" ucapku. Dan kami tertawa.

Wednesday, March 26, 2014

Hal Terduga Tapi Tak Dapat Diperhitungkan

Aku sudah sering berpikir bahwa hal 'itu' yang dipikirkan orang yang tidak tahu, ketika melihat atau mendengar cerita dari sang pencerita. Aku tidak keberatan, tapi hari ini aku menyadari satu hal. Mengungkapkannya, berusaha membicarakannya membuatku gemetar. Entah, karena aku kesakitan menahan perasaan yang pernah aku rasakan atau karena aku ketakutan membayangkan kembali peristiwa itu. Untuk mengeluarkan sepatah kata saja, air mataku sudah mulai menggenang dan bersiap untuk jatuh. Kalimat yang keluar dari bibirku juga tidak kalah mengherankan. Aku seperti anak SD yang pertama kali ikut lomba pidato. Gemetaran tidak jelas dan ketakutan. 

Dan, hal kedua yang aku pikirkan adalah, jika satu orang ini berpikir seperti ini karena mendengar cerita sepihak, Lalu kepada berapa banyak orang lagi aku harus berusaha mengatakan kalau itu tidak benar? Apa aku salah dengan diam? Kalau begitu, aku akan tetap diam. Aku memilih untuk membiarkan mereka yang mendengar percaya apa yang mereka dengar, dan aku tidak peduli jika akhirnya aku yang disalahkan. Aku sudah tidak peduli lagi. Aku tak akan berusaha membela diri atau mencari pembenaran, karena Tuhan-ku tahu apa yang sebenarnya terjadi dan apa yang sebenarnya aku rasakan. Aku sudah tidak mau menjelaskan apa-apa, karena aku rasa kepada pelakunya sendiri aku sudah menjelaskan permasalahannya dengan jelas dan tidak ada sangkut pautnya dengan orang lain. 

Dan aku masih bingung ketika semua yang aku lakukan untuk 'menyembuhkan' diri masih dikait-kaitkan dengan peristiwa itu. Duniaku tidak sekecil itu teman, pikiranku tidak sesempit itu. Jika pikiran dan duniaku sesempit yang kalian pikirkan, aku adalah orang yang mementingkan diriku sendiri. Jadi tolong berhenti. Aku tidak bisa membuka hati dengan mendengar kata-kata seperti itu. Aku belum cukup kuat untuk dihancurkan dua kali dengan masalah yang sama. Dan jika kalian memang benar temanku, bukankah cara yang kalian tunjukkan sudah cukup memperlihatkan kalian ingin 'mengeliminasi'ku? Aku tidak keberatan dan tidak akan berusaha mendekat jika memang itu yang kalian inginkan. Tapi jangan kemudian kalian tuduh aku -menghindar..-menjauh tanpa sebab. Karena kalian yang memintaku, aku hanya memenuhinya. Aku bukan orang yang bisa meminta pertolongan berkali-kali jika kalian sudah menolak ataupun menunjukkan sikap menjauh. Karena, itu hanya akan membuatku berpikir, jika aku melakukannya aku akan mengganggu kebahagiaan kalian. Kemudian, pada saat kalian tanpa sengaja 'teringat' kepadaku, tidak perlu repot-repot menanyakan kabarku ataupun memaksa bertegur sapa. Karena aku tahu tempatku. Jadi aku hanya memohon, mengertilah karena aku sudah takut untuk mendekat kepada kalian :). 

Thursday, March 13, 2014

Akhirnya Aku Bisa Mengatakannya (I)

Aku selalu takut untuk berbicara jujur dan mengungkapkan apa yang aku rasakan. Tapi aku rasa ini saat yang tepat untukku untuk membiarkan mereka mengetahui apa yang sebenarnya ingin aku katakan dan apa yang aku rasakan. Kalian tahu, aku punya ingatan yang sedikit bagus untuk menyimpan apa yang berharga untukku. Aku ingin mengatakan apa yang kalian tanyakan selama ini, yang membuat kalian mengambil 'tindakan' kepadaku. Hal yang sepele tapi aku akan mengatakan yang sebenarnya. Setidaknya ini akan menjadi kenanganku saat aku sudah berada ditempat yang berbeda dari kalian.

( I ) Desember 2010-Januari 2011

Ada kejadian penting disini saat aku berpura-pura tidak tahu untuk berusaha tidak ikut campur masalah orang lain, sama seperti yang aku lakukan sebelumnya. Tapi apa daya, terlalu banyak kejadian besar terjadi pada saat ini. Kebahagian dan kedukaan menghampiri beberapa orang yang berharga dalam hidupku. Ya, mereka, para sahabatku yang bahkan untuk mereka aku bersedia meminggirkan 'nyawa'ku. Dalam waktu dua bulan, aku melihat mereka yang aku sayangi meneteskan air mata dan kedukaan mengambil senyum dari wajah mereka. Aku yang saat itu ingin mangacuhkan mereka, tapi aku tidak mau. Aku ingin berada disamping mereka walau hanya sekedar melempar lelucon garing yang membuatku tolol. Aku melihat mereka berduka dengan semua masalah yang sedang mereka alami. Kemudian tanpa memikirkan perasaan mereka, aku mencoba menemani satu persatu dari mereka, mendengarkan apa yang mereka ingin katakan.  Aku mendengarkan setiap cerita mereka, satu per satu tanpa harus aku beri tanggapan. Setiap cerita yang berbeda yang kemudian tanpa sadar mulai menarikku untuk ikut masuk. Dan saat itu, ada seseorang yang mengingatkanku, resiko yang akan aku dapatkan saat aku mengambil keputusan untuk meraih tangan yang terulur itu. "Ingat, salah satu dari mereka akan memanfaatkanmu" dan aku tak mempedulikannya. Yang ada dalam pikiranku saat itu adalah, bagaimana membuat mereka tersenyum lagi, titik, tak ada pemikiran lain. Toh kalau aku dimanfaatkan berarti aku punya sedikit manfaat.

Dan kemudian musibah itupun datang. Saat aku sedang 'mengijinkan' pikiranku menemani mereka menyelesaikan kekacauan, akupun mendapat kekacauan juga. 30 Januari 2011, aku diminta meninggalkan aktivitasku untuk sementara atau akan ada kejadian fatal yang akan aku alami. Aku tidak bisa mengatakan setuju kepada orang itu karena pada  keesokan harinya, 31 Januari 2011 aku sudah berjanji untuk menemani seorang sahabat untuk melepaskan sedikit bebannya. Dan itu yang aku lakukan. Benar saja, aku tidak berguna selama seminggu kemudian sejak hari itu. Dan seseorang tanpa kesan berdosa berkata kepadaku 'nggak usah pura2'. Inginnya aku tertawa kepadanya untuk meyakinkan aku memang berpura2, tapi aku merasa akan ada yang mengalir keluar dari hidungku. Dan akupun berjalan menjauh sembari berpamitan pulang. Sekali lagi, aku membiarkan mereka berpikir apa yang mereka percayai. Jika mereka berpikir aku berpura2, maka itulah yang akan aku lakukan. Seperti apa yang pernah seseorang katakan padaku "Orang lain tak akan tahu apa yang kau alami, kecuali mereka mengalaminya. Dengan sedikit perubahan yang bisa membuatmu 'mati', mereka tak akan mengerti sakitnya menahan agar kau bisa tetap terlihat 'hidup' didepan mereka". Dengan begitu, mereka akan tetap berpikir seperti itu. Dikemudian hari saat aku tiba2 menghilang dan mengatakan aku sakit, aku akan senang jika mereka menganggap itu hanya pura2. Karena dengan begitu aku bisa dengan leluasa bebas dari rasa sakit dianggap 'berbeda'. Dan dua bulan itu kemudian berlalu dengan meninggalkan kenangan pada mereka semua, kenangan milik mereka. Dan aku, yang aku dapatkan adalah senyum mereka kembali. 

Thursday, March 6, 2014

Alhamdulillah...Is The Only Word I Can say

Membayangkan hari ini pada hari kemarin adalah seperti mimpi. Setelah sekian banyak air mata dan 'kesakitan' aku bisa bernapas dengan sedikit lega. Bukan yang terakhir, tantangan lain sudah menanti didepan mataku. Aku tak akan lagi membuka hatiku untuk dilukai, dikecewakan atau merasakan simpati kepada orang-orang yang aku pernah tahu. Like my friend said 'they are somebody that i know, but then they are somebody i knew, then now, they are somebody i used to know'. Menyakitkan memang ketika aku sudah mengingat mereka semua pada memori indah, tapi dalam waktu singkat mereka membakar semua memori itu menjadi arang kelam yang bahkan melihatnya aku ketakutan. Bagaimana aku bisa dekat kalau melihat saja aku sudah ketakutan? Bukan berlebihan mengatakan seperti ini, tapi bagi mereka yang tidak tahu posisiku dan selalu mengatakan 'masalahku' itu sepele, aku menghargai mereka. Itu pendapat mereka dan aku tidak berhak untuk mengatakan itu salah. Ya, kehidupanmu jauh lebih baik, tapi kehidupanku adalah yang terbaik untukku. Darinya aku belajar menjadi seseorang yang tahan dilukai, darinya juga aku belajar menjadi seseorang yang berani menghadapi kenyataan dan masalahku. 

Dan hari ini, aku sedikit bersedih. Dulu aku berharap mereka semua ada di memori indah yang akan aku jaga sampai kapanpun, tapi ternyata, aku tak mampu melakukan itu karena aku telah lelah. Mungkin sedikit kekanak-kanakan kalau aku mengatakan seperti ini. Tapi biarlah seperti itu. Aku bukan manusia sempurna, tapi aku sedang belajar dari setiap apa yang aku alami. Dan apabila semua yang terjadi adalah kerugian untukku, aku tak menyesal. Apapun yang sudah aku lakukan, biarlah itu yang mereka ingat, dan biarkan Tuhan yang mengetahui semuanya. Aku tidak akan belajar mengeluh, aku tidak akan belajar untuk mengumpat. Yang sedang aku pelajari adalah bagaimana aku menilai seseorang dengan sepantasnya. Bukan dengan harta, penampilan ataupun keakraban. Tapi dengan kenangan, kenangan yang diberikannya kepadaku. Semoga hari ini bisa menjadi kenangan lain bagiku. Kenangan yang membuatku bangkit kembali untuk berjalan di arah yang tepat. Terima kasih semuanya....

Tuesday, January 28, 2014

Berputar ditempat yang sama atau ...?

Pertama hanya perasaan sakit, menyesal, bersedih dan marah,..
Hanya sebagai seorang manusia normal yang mempunyai rasa
Kemudian sesuatu memperparah...
Sesuatu yang meminta 'uluran tangan' padahal ia tahu tangan itu sudah hancur

Lalu ?
Apakah 'tangan' itu tetap terulur ?
Jawabnya adalah, Iya...
'Tangan' yang penuh luka itu masih terulur...
Kemudian apakah 'tangan' itu berguna dan digunakan ?
Jawabnya adalah, Iya...
'Tangan' itu, yang sudah penuh luka, memar, berdarah digunakan dengan baik
Lalu apakah 'tangan' itu tetap ia genggam ?
Jawabnya adalah, tidak...
Untuk apa menggenggam 'tangan' yang terluka jika 'guna'nya telah habis ?
Benar, manusia kebanyakan akan mengambil keputusan seperti itu juga..

Sekarang, kemana 'tangan' itu ?
'Ia' masih ada ditempat yang sama...
Apakah 'ia' baik-baik saja ?
Jawabnya tentu saja, Tidak..tapi 'ia' sudah mulai membaik
Apakah 'ia' akan tetap terulur ?
Jawabnya adalah, Iya...


Sebenarnya apa yang dimaksud semua kalimat diatas aku tidak tahu, hanya tanya jawab tidak penting yang terus aku dengarkan dari dua orang dengan menggunakan bahasa mereka (aku sudah meminta ijin untuk mengkopi percakapan mereka). 
Sepertinya jika aku masih ada disana, percakapan mereka akan semakin panjang dan tidak berkesudahan. Aku sedikit menangkap apa maksud mereka, tapi ketika aku ingin menjawab pertanyaan mereka dengan jawaban yang sama, aku tidak bisa melakukannya. Banyak hal baru, pengalaman baru dan pemikiran baru yang aku dapatkan yang membuat jawabanku untuk pertanyaan mereka berbeda. Dan ini adalah jawabanku. Kadang saat kita hanya melihat dari satu sisi, tanpa mengetahui maksud sebenarnya hal itu dilakukan, kita sudah berpartisipasi menghakimi keadaan. Padahal belum tentu kemampuan paksa 'tangan' yang luka dilakukan tanpa alasan. Menjaga hati, menjaga hubungan atau malah menghargai hubungan mungkin bisa menjadi alasan. Atau pemikiran lain yang membuat 'tangan' itu tetap terulur. Hanya satu hal yang pasti, jangan mendengarkan satu sisi kemudian menghakimi, atau mendengar dari satu sisi kemudian membuat perkiraan. Cukup satu, jika memang memintamu dengarkan, berusahalah mendengar walau itu sakit; jika memeang memintamu merasakan, berusahalah rasakan walau itu tak nyaman. Setidaknya engkau masih berusaha 'berguna' walau itu mungkin tidak pantas engkau lakukan. Lalu, apakah ada ruginya jika engkau mendengarkan ? Aku rasa tidak. Kau belajar mendengar dan merasakan apa yang dialami orang tanpa kau harus terlibat bukan ? Kemudian, kau bisa juga lari setelah itu. Tapi, saat kau berlari ketika seseorang membutuhkanmu, kau sudah membuktikan bahwa ia tak layak ada didekatmu. Cukup satu alasan yang akan membuat dia menghilang dari hidupmu, selamanya....

Thursday, January 23, 2014

Aku Percaya Hatiku

Aku percaya pada hatiku
Aku akan menerima kemana dia membawaku

Aku percaya pada hatiku
Aku telah menerima cinta yang diajarkannya

Aku percaya pada cintaku
Tanpa harapan dan kesempatan
Biarkan hatku menikmatinya

Aku percaya akan cintaku
Aku percaya pada cintaku...

Tuesday, January 21, 2014

Ketika Aku Membutuhkanmu

Sedikit berlebihan mungkin jika aku mengatakan aku memiliki kebiasaan buruk menghitung perkataan sama dari orang-orang untukku. Ada saatnya bahkan aku mengingat hal itu tanpa aku sadari. "Kau sudah pernah mengatakannya" Dan responku yang biasa saja selalu membuat kesal mereka. Jadi, kalian ingin aku bereaksi seperti apa? Mungkin seperti di TV, yang mendengar orang mengatakan sesuatu, menutup mulut dengan kedua tangan tanda kaget, kemudian berlari dan menangis? Pers*tan dengan semua itu. Tidak semua orang sama, atau kau berniat membuatku sama seperti itu? Aku bukan penyabar yang selalu terima dan malah berterima kasih saat disakiti. Aku tidak sekuat itu. Bahkan saat kalian menginginkan aku menangis aku akan menangis seperti yang kalian minta. Tapi, setiap tetes air mataku yang keluar karena kemunafikan kalian, disitu aku juga memanjatkan doa yang aku sendiri tak ingat apa itu. Saat aku bisa mengendalikan emosi, aku akan berdoa kebaikan untuk kalian, tapi saat aku kehilangan kendali, maka aku akan memohon keadilan dari Tuhan. Ya, keadilan!
                                                                       ***

Surat kecil dari temanku yang tetap aku simpan sampai sekarang. Berisi sebuah ungkapan kekecewaan kepada teman atau saudara atau keluarga? aku tidak tahu. Surat seorang anak berusia 10 tahun yang belum tahu apa-apa, namun isinya begitu keras sampai dia menyebutkan kata yang kasar. Saat itu aku tidak mengerti kenapa dia seperti itu, tapi sekarang aku paham. Aku memiliki seorang teman yang terlalu cepat dewasa dan sangat jauh pemikirannya dariku. Kekecewaannya, kemarahannya, kesedihannya dan tangisannya yang tidak bisa aku mengerti karena aku masih seorang anak 10 tahun yang belum mengerti apa-apa. Dan, aku yang sekarang baru mengetahui maksudnya. 

Saturday, January 11, 2014

Dan Pilihan Itu...

Kekuatanku hanya untuk ditunjukkan,
Ketika sudah terlalu banyak yang aku sembunyikan dan tak bisa aku hadapi, aku hanya akan berlari dan menjauh tanpa mau menoleh sedikitpun pada hal itu. Saat aku memerlukan 'teman', aku berusaha menoleh dan melihat tak ada siapapun lagi disana, ditempat aku menjadi 'teman' mereka. Ketika seseorang berkata kepadaku tentang hal yang mereka lihat dan aku lakukan, ketika mereka mengkritikku karena aku melakukan hal yang tak mereka sukai, aku hanya akan menerima tanpa berkomentar apapun, karena itu memang salahku dan selamanya hanya salahku. Dan kemudian seseorang bertanya kepadaku, bagaimana kau hanya menerima saat mereka tidak pernah tahu alasan kau melakukan hal itu?apakah mereka 'teman'mu hanya akan menerima sisi dirimu yang bersih tanpa noda, yang melakukan hanya kebaikan tanpa peduli seberapa besar luka yang kau tutupi dengan membuat kesalahan itu? Dan kemudian, apakah mereka pernah bertanya tentang alasan itu? Tentu tidak bukan, hal itu hanya dasar untuk menjaga jarak dari teman. Bukan berarti dengan mengetahui alasanmu, kau akan mengajak mereka jatuh juga bukan? Mengungkapkan alasan atau hanya sekedar bercerita itu lebih adil ketika kau hanya disalahkan tanpa bisa memberi penjelasan, dan kemudian kau masih memilih jalan seperti itu?Maka larilah dari orang-orang yang menyebut diri mereka 'teman'. Dan rasanya, sangat kasar mereka meninggalkan seseorang yang sedang terluka. Itu akan menambah ketakutan dan luka orang yang ditinggalkan, lebih tepatnya seperti ungkapan 'Habis manis sepah dibuang', dengan kata lain, saat yang dilakukan adalah meninggalkan tanpa berusaha menoleh lagi, maka yang ditinggalkan tidak bisa berharap apapun karena bagi mereka dia hanyalah 'yang dibuang'.

Kata-kata itu sangat kasar, tapi benar. Saat sesuatu sudah terjadi tanpa bisa diperbaiki, satu-satunya kesempatan yang ada hanya saling melupakan dan membunuh ingatan satu sama lain. Saat kepercayaan juga sudah dirusak dan dihancurkan, kemudian kesempatan sudah dibuka untuk memperbaiki, apakah kesempatan itu berharga? Tidak! kadang mereka malah semakin senang dengan menghancurkan kesempatan itu dan semakin menumpuk luka. Dan ketika kebaikan, kepercayaan, kasih sayang dan harapan sudah dihancurkan, maka kesempatan terakhir adalah memaafkan. Tapi sayangnya, kesakitan yang sudah menumpuk itu belum sembuh dan meninggalkan bekas yang tak bisa dihilangkan. Apakah kata 'maaf' masih bisa diucapkan dan diterima?Tidak! hanya orang yang berjiwa besar dan berhati sangat lapang yang bisa melakukan hal tersebut. Dan, saat keputusan untuk melupakan dipilih dibandingkan dengan memaafkan, maka berarti sudah tidak ada kesempatan lagi, hal yang sudah dirusak sudah tak bisa diperbaiki. Dan untuk membuang semua ingatan memang tidak mudah, mungkin bisa dilakukan seperti kisah fiksi, tapi dalam kenyataan, menyembunyikan ditempat terdalam dihati, dan membiarkannya tetap sakit agar tak terjadi kesalahan kedua kali adalah salah satu pilihan yang bisa dilakukan. Dan pilihanku adalah, membiarkan semua cahaya itu berubah menjadi kegelapan dan akan terus menjadi kegelapan yang aku tutupi sampai aku siap membuka kembali jendela dan membiarkan cahaya kembali masuk. Untuk saat ini, dan untuk esok, yang aku lakukan adalah kembali menjadi 'dia' yang selalu 'hidup'.