Sunday, March 30, 2014

Foreword

Sebuah tulisan yang tersimpan didraft yang belum sempat diposkan..

Aku selalu melakukan ini saat menjelang tidur. Me-rewind semua aktivitas yang terjadi selama satu episode sehari itu. Kemudian berpikir mana yang memberiku pengalaman, mana yang memberiku pelajaran dan mana yang memberiku kenangan. Kemudian hari ini aku menyadari sesuatu, aku tidak memilih saat memutuskan untuk berteman dan aku selalu mencoba apa adanya, bukan ada apanya. Aku mengirim pesan kepada beberapa orang yang aku pikir akan mengkritikku saat aku bertanya pertanyaan seperti itu. "Kenapa kalian mau berteman denganku?" Kukirim pada 10 orang dan mereka semua mengatakan hal yang sama. "Tidak ada alasan khusus untuk berteman denganmu, seperti kau pernah bilang, tak ada alasan khusus kau mau berteman denganku" inti jawaban mereka. Kemudian beberapa dari mereka menelponku menanyakan kenapa tiba-tiba mengirim pesan seperti itu, dan aku hanya menjawab "Seperti biasa, renungan sebelum tidur" Dan mereka mengerti dan memutuskan hubungan telpon. Satu diantara mereka malah mengatakan "Renunganmu kadang membahayakan" ucapnya sambil tertawa. 

Tidak buruk melakukan renungan, tapi dia benar, kadang renunganku bisa berbahaya karena mempengaruhi moodku keesokan paginya. Saat aktivitas yang aku lalui berjalan mengecewakan atau menyakitkan, keesokan pagi saat aku membuka mata, moodku akan hancur dan mendung akan menyelimuti seharian itu. Rasanya tidak adil karena kejadian hari ini kebawa sampai besok. Ada satu hari saat kejadian hari sebelumnya sangat membuatku kesal dan keesokan harinya saat aku praktikum, awan mendung menutup pikiranku dan aku muram seharian. Aku merasa bersalah kepada semua rekanku yang merasa tidak nyaman didekatku. Aku juga tidak bisa mengatakan apa-apa karena itulah aku. Saat praktikum selesai, kebetulan setelah itu adalah kelas yang lumayan tidak aku sukai. Dan untuk pertama kalinya, aku tidur saat kuliah sedang berlangsung. Aku tak tahu apakah ada yang menyadarinya, tapi aku tidak peduli. Dosen yang mengajar juga sepertinya tidak melihat. Aku tidur kurang lebih selama 45 menit, dan aku terbangun saat mendengar ujian akan diadakan setelah penjelasan materi selesai. Dan yang aku pikirkan adalah aku pasti tak akan bisa menjawab karena aku tidak mengetahui apapun yang dijelaskan sebelumnya. Dan benar saja, saat ujian aku mengarang indah dilembar jawaban ujianku. Mungkin tidak bisa disebut mengarang, karena isi jawabanku hanya 2-4 kalimat pendek yang entah bagaimana aku bisa menuliskannya. Kelas selesai dan aku pulang. Lagi, aku merenung kembali saat malam sebelum tidur. Hah, hari yang berantakan, pikirku, Dan hari itu berakhir dengan sangat malas. Aku tidak mengerti bagaimana mengatakan dan menjelaskan kepada mereka yang bertanya, karena begitulah yang terjadi saat moodku hancur sejak pagi. Dan keesokan harinya, aku memilih untuk bolos kuliah dan menonton saja di bioskop. Kebetulan ada film yang ingin sekali aku tonton. Aku menonton sendirian dan menikmati waktu bolosku. Tugas dan ujian? Aku tidak peduli untuk hari itu. Hanya satu harapanku, aku tidak bertemu siapapun temanku hari itu di tempat itu. Ahhaha. 

Waktu itu aku belum begitu dekat dengan siapapun dikelas. Aku mungkin dekat dengan beberapa orang, namun aku belum berpikir untuk percaya kepada orang lain. Saat aku berjalan keluar bioskop, hapeku berbunyi. "Tengok kekanan!" dan aku menoleh kekanan. Dia, sahabatku ada disana. Ah, kebetulan, perutku lapar dan aku menodongnya. Sambil makan kami membicarakan hal tidak penting dan tentang pertemanan. Hapeku berbunyi. Sebuah sms masuk, aku belum membacanya. Setengah jam kemudian, satu sms masuk lagi. "Nggak dicek?" tanyanya. Aku keluarkan hape dan membaca dua pesan. Tugas, tugas dan ujian. Hahaha, perkiraanku benar. "Ada tugas dan besok ujian, ada yang ngingetin aku" jawabku. Bukan mengingatkan, tepatnya adalah menanyakan kalau aku sudah atau belum tugas itu dan sudah belajar untuk ujian besok atau belum. "Kadang kamu menakutkan. Seperti sekarang kalo kamu lagi hilang minat, kau beneran sangat cuek." ucap temanku. Dan aku pulang kerumah setelah itu dan memeriksa tugas apa yang diberikan minggu lalu. Kebiasaan buruk, kejar tayang. Lalu sejam kemudian aku sudah selesai mengerjakan dan berniat untuk tidur saat teringat, "Ah, besok ujian" dan aku tidur. Bagaimana ujian besok? Kita lihat saja nanti. Saat tidurku sudah hampir lelap, sebuah pesan masuk ke hapeku, Isinya adalah sebuah curahan kebingungan seorang teman karena dia belum menyelesaikan laporan praktikum. Ya, besok ada dua laporan yang harus dikumpul karena pada hari saat pengumpulan asli adalah hari libur. "Oke, aku buatin laporanmu." ucapku. Setelah tarik ulur karena alasan merepotkan dan lain-lain, akhirnya aku menyelesaikan laporannya dan mengirimkannya. Dan, saatnya tidur. Baru saja mataku mau menutup, pesan lain masuk menanyakan apakah aku masih punya bahan untuk tugas. "Oke, aku kirim, masih ada 2 lagi" Aku sudah sangat mengantuk saat itu untuk berargumen karena jam sudah menunjukkan pukul 10.30. Selesai aku kirim, aku matikan hapeku dan tidur. 

Keesokan harinya, jam 4.30 aku nyalakan hapeku dan membaca sebuah pesan yang sangat banyak dari orang yang sama. Jam 4.00 dia mengirim pesan itu. Kemudian aku menelponnya. Benar seperti perkiraanku, dia bergadang semalaman mengerjakan semua tugas dan laporan hari ini. Akhirnya aku kirimkan bahan terakhirku untuknya. Pukul 6.45 aku sudah berada dibus untuk berangkat kekampus. Saat dibus, aku mendapat sms untuk menemui ibu ******** yang merupakan dosen dijurusanku. Selesai kuliah pertama, aku menemui beliau. Dan, berita buruk. Aku diminta ikut sebuah kompetisi yang aku bahkan merasa aku bukan pilihan yang tepat. Ada satu orang lagi, tapi dia sudah dikabari kemarin saat aku bolos. Dan mimpi buruknya adalah, kompetisi itu akan diselenggarakan minggu depan. Haish...tak ada cukup waktu. aku ingin mundur, tapi temanku memintaku tetap ikut karena dia sendirian. Okelah, aku tetap ikut. Tapi aku yang sedang 'kosong melompong' tidak ide apapun. Kemudian hal gila terpikir dipikiranku. Aku perlu penjelasan kenapa selalu aku yang selalu jadi korban, padahal banyak yang lebih baik dikelasku. Aku tidak mengerjakan sedikitpun yang diinstruksikan sebagai syarat mengikuti kompetisi itu sampai H-1. Dan malam itu, kakak tingkat mengirimiku sebuah draft dan template untuk membuat tulisan itu. Oke, aku buat. Dan selesailah tulisan itu, tapi sudah pukul 4 pagi. Aku tidur kesiangan, aku gak tidur aku gak bakal bisa konsen. Aku memilih tidur, dan benar saja, aku kesiangan. Aku sampai ketempat kompetisi telat 15 menit. Aku hanya menikmati selama acara berlangsung tanpa memikirkan aku akan seperti apa nanti didepan. Di"bantai"? aku tidak peduli. Aku masih dalam tahap belajar. Setelah acara itu berakhir, aku belajar lagi satu hal, aku belum bisa berteman dengan diriku sendiri. aku belum bisa memaksa diriku sendiri dan aku belum bisa membawa pikiranku untuk mengerjakan hal yang ingin aku lakukan. Dan itu merupakan pengalaman yang aku tak bisa lupakan sampai hari ini. Aku menyadari betapa aku bisa sangat cuek walaupun pada perasaan dan pikiranku sendiri. 

Friday, March 28, 2014

'Crack' Because of You

Kebetulan sudah dapat ijin untuk mempublikasikan tulisan ini...

'Crack' Because of You...
Kamu itu kayak batu tempat aku mebenturkan kepala, kepalaku pecah juga kamu tetep nggak apa2,
Kamu itu kayak dinding, aku cerita sebanyak apapun juga kamu gak bakal menanggapi cuma diam,
Kamu itu kayak botol kaleng kosong, aku tendang-tendang juga bukan kamu yang luka, kakiku yang sakit,
Kamu itu kayak air di sungai, aku ambilin per ember juga kamu tetap ngalir dan ada terus,
Kamu itu kayak bantal, aku nangis sebanyak-banyaknya juga paling kamu basah gak protes,
Kamu itu kayak boneka, lucu dan imut tapi aku puji juga diem aja,
Kamu itu kayak buku, aku baca, aku mengerti, aku peluk waktu tidur, tapi kamu tetap gak bergeming,
Benar, kamu emang kayak itu, tapi..
Kamu juga kayak selimut, didekatmu aku merasa hangat,
Kamu juga kayak bunga, melihatmu aku selalu tergoda untuk terus memandangmu,
Kamu juga kayak baju, menutupi kelemahan dan kekuranganku,
Kamu juga kayak pensil, denganmu aku bisa menuliskan semua perasaanku,
Iya, kamu memang seperti itu,
Tapi,
Kamu seperti bintang, aku bisa memandangmu tapi tak mampu meraihmu,
Kamu seperti komik, menghiburku tapi aku tak bisa melihat responku padamu,
Kamu seperti vas bunga, aku mengagumimu bungamu tapi tak bisa mengatakannya aku juga mengagumi,
Kamu seperti printer, aku menulis dan mencetak "Aku mencintaimu" tapi kau tak mengerti,
Dan,
Aku berharap, kau mengerti kenapa aku mengirimkan pesan panjang lebar kepadamu!
Ahahahahahaha......

Hoaahmm...

Barusan dikirim sms panjang lebar tinggi luas volume lengkaaap. Ahahaha, ini orang niat amat. Ngebacanya perlu waktu sekitar 3 menit. Baru sampe titik dikalimat terakhir, ada sms lagi. "Menurutmu apakah pesanku layak dibaca dan ditanggapi??" Kemudian tanganku segera memulai mengetik balasan. Baru saja terketik kata "Ya, tu" hapenya berbunyi, namanya ada dilayar. Tanganku memencet tombol untuk menjawab telponnya. Baru saja itu telpon nempel dikuping, dia udah teriak "Oeeey..lama amat jawab pesan sependek itu!!!" Otakku cukup lama memproses kalimatnya, kemudian aku jawab "Oke! tutup telponnya, tunggu smsku 3 menit lagi!" dan kututup telponnya. Aku mengetik sms yang panjangnya sama dengan smsnya dan mengirimkannya. Tepat 3 menit kemudian aku mengetik sms lagi "Menurutmu apakah pesanku layak dibaca dan ditanggapi??". Aku menunggu 20 detik dan kemudian aku lakukan hal yang sama, menelponnya. "Oeeeey..lama amat ngejawab pesan sesingkat itu!!!" dengan kaget dia ngejawab "Aku baru baca pesan pertamamu, baru kebaca 2 halaman, panjang amat smsmu.."jawabnya dengan suara kebingungan. "Nah, aku juga kayak itu, sebanyak smsmu tadi, aku udah baca semua dan baru mau ngetik jawaban untukmu, malah kau telpon. Jadi, sabar kalo pengen respon!!HUH!" Ahahaha...kami tertawa berdua dan akhirnya malah kalimat saling ejek keluar. Sudah lama tidak berbicara sebebas itu, ah..bukan bebas, lepas..bisa berbicara dengan orang yang satu 'alam' dan menyadari keberadaan satu sama lain. Rindunya tertawa dan bercerita tanpa harus menjaga perasaan orang yang diajak bicara. Ahahaha, aku bisa tertawa dengan baik hari ini, tanpa menahan nafas atau menyembunyikan apa yang aku pikirkan. "Lain kali kalo mau sms kira2 panjangnya, enak aja udah lama ngilang, tiba2 sms sepanjang Bengawan Solo" ucapku. Dan kami tertawa.

Wednesday, March 26, 2014

Hal Terduga Tapi Tak Dapat Diperhitungkan

Aku sudah sering berpikir bahwa hal 'itu' yang dipikirkan orang yang tidak tahu, ketika melihat atau mendengar cerita dari sang pencerita. Aku tidak keberatan, tapi hari ini aku menyadari satu hal. Mengungkapkannya, berusaha membicarakannya membuatku gemetar. Entah, karena aku kesakitan menahan perasaan yang pernah aku rasakan atau karena aku ketakutan membayangkan kembali peristiwa itu. Untuk mengeluarkan sepatah kata saja, air mataku sudah mulai menggenang dan bersiap untuk jatuh. Kalimat yang keluar dari bibirku juga tidak kalah mengherankan. Aku seperti anak SD yang pertama kali ikut lomba pidato. Gemetaran tidak jelas dan ketakutan. 

Dan, hal kedua yang aku pikirkan adalah, jika satu orang ini berpikir seperti ini karena mendengar cerita sepihak, Lalu kepada berapa banyak orang lagi aku harus berusaha mengatakan kalau itu tidak benar? Apa aku salah dengan diam? Kalau begitu, aku akan tetap diam. Aku memilih untuk membiarkan mereka yang mendengar percaya apa yang mereka dengar, dan aku tidak peduli jika akhirnya aku yang disalahkan. Aku sudah tidak peduli lagi. Aku tak akan berusaha membela diri atau mencari pembenaran, karena Tuhan-ku tahu apa yang sebenarnya terjadi dan apa yang sebenarnya aku rasakan. Aku sudah tidak mau menjelaskan apa-apa, karena aku rasa kepada pelakunya sendiri aku sudah menjelaskan permasalahannya dengan jelas dan tidak ada sangkut pautnya dengan orang lain. 

Dan aku masih bingung ketika semua yang aku lakukan untuk 'menyembuhkan' diri masih dikait-kaitkan dengan peristiwa itu. Duniaku tidak sekecil itu teman, pikiranku tidak sesempit itu. Jika pikiran dan duniaku sesempit yang kalian pikirkan, aku adalah orang yang mementingkan diriku sendiri. Jadi tolong berhenti. Aku tidak bisa membuka hati dengan mendengar kata-kata seperti itu. Aku belum cukup kuat untuk dihancurkan dua kali dengan masalah yang sama. Dan jika kalian memang benar temanku, bukankah cara yang kalian tunjukkan sudah cukup memperlihatkan kalian ingin 'mengeliminasi'ku? Aku tidak keberatan dan tidak akan berusaha mendekat jika memang itu yang kalian inginkan. Tapi jangan kemudian kalian tuduh aku -menghindar..-menjauh tanpa sebab. Karena kalian yang memintaku, aku hanya memenuhinya. Aku bukan orang yang bisa meminta pertolongan berkali-kali jika kalian sudah menolak ataupun menunjukkan sikap menjauh. Karena, itu hanya akan membuatku berpikir, jika aku melakukannya aku akan mengganggu kebahagiaan kalian. Kemudian, pada saat kalian tanpa sengaja 'teringat' kepadaku, tidak perlu repot-repot menanyakan kabarku ataupun memaksa bertegur sapa. Karena aku tahu tempatku. Jadi aku hanya memohon, mengertilah karena aku sudah takut untuk mendekat kepada kalian :). 

Thursday, March 13, 2014

Akhirnya Aku Bisa Mengatakannya (I)

Aku selalu takut untuk berbicara jujur dan mengungkapkan apa yang aku rasakan. Tapi aku rasa ini saat yang tepat untukku untuk membiarkan mereka mengetahui apa yang sebenarnya ingin aku katakan dan apa yang aku rasakan. Kalian tahu, aku punya ingatan yang sedikit bagus untuk menyimpan apa yang berharga untukku. Aku ingin mengatakan apa yang kalian tanyakan selama ini, yang membuat kalian mengambil 'tindakan' kepadaku. Hal yang sepele tapi aku akan mengatakan yang sebenarnya. Setidaknya ini akan menjadi kenanganku saat aku sudah berada ditempat yang berbeda dari kalian.

( I ) Desember 2010-Januari 2011

Ada kejadian penting disini saat aku berpura-pura tidak tahu untuk berusaha tidak ikut campur masalah orang lain, sama seperti yang aku lakukan sebelumnya. Tapi apa daya, terlalu banyak kejadian besar terjadi pada saat ini. Kebahagian dan kedukaan menghampiri beberapa orang yang berharga dalam hidupku. Ya, mereka, para sahabatku yang bahkan untuk mereka aku bersedia meminggirkan 'nyawa'ku. Dalam waktu dua bulan, aku melihat mereka yang aku sayangi meneteskan air mata dan kedukaan mengambil senyum dari wajah mereka. Aku yang saat itu ingin mangacuhkan mereka, tapi aku tidak mau. Aku ingin berada disamping mereka walau hanya sekedar melempar lelucon garing yang membuatku tolol. Aku melihat mereka berduka dengan semua masalah yang sedang mereka alami. Kemudian tanpa memikirkan perasaan mereka, aku mencoba menemani satu persatu dari mereka, mendengarkan apa yang mereka ingin katakan.  Aku mendengarkan setiap cerita mereka, satu per satu tanpa harus aku beri tanggapan. Setiap cerita yang berbeda yang kemudian tanpa sadar mulai menarikku untuk ikut masuk. Dan saat itu, ada seseorang yang mengingatkanku, resiko yang akan aku dapatkan saat aku mengambil keputusan untuk meraih tangan yang terulur itu. "Ingat, salah satu dari mereka akan memanfaatkanmu" dan aku tak mempedulikannya. Yang ada dalam pikiranku saat itu adalah, bagaimana membuat mereka tersenyum lagi, titik, tak ada pemikiran lain. Toh kalau aku dimanfaatkan berarti aku punya sedikit manfaat.

Dan kemudian musibah itupun datang. Saat aku sedang 'mengijinkan' pikiranku menemani mereka menyelesaikan kekacauan, akupun mendapat kekacauan juga. 30 Januari 2011, aku diminta meninggalkan aktivitasku untuk sementara atau akan ada kejadian fatal yang akan aku alami. Aku tidak bisa mengatakan setuju kepada orang itu karena pada  keesokan harinya, 31 Januari 2011 aku sudah berjanji untuk menemani seorang sahabat untuk melepaskan sedikit bebannya. Dan itu yang aku lakukan. Benar saja, aku tidak berguna selama seminggu kemudian sejak hari itu. Dan seseorang tanpa kesan berdosa berkata kepadaku 'nggak usah pura2'. Inginnya aku tertawa kepadanya untuk meyakinkan aku memang berpura2, tapi aku merasa akan ada yang mengalir keluar dari hidungku. Dan akupun berjalan menjauh sembari berpamitan pulang. Sekali lagi, aku membiarkan mereka berpikir apa yang mereka percayai. Jika mereka berpikir aku berpura2, maka itulah yang akan aku lakukan. Seperti apa yang pernah seseorang katakan padaku "Orang lain tak akan tahu apa yang kau alami, kecuali mereka mengalaminya. Dengan sedikit perubahan yang bisa membuatmu 'mati', mereka tak akan mengerti sakitnya menahan agar kau bisa tetap terlihat 'hidup' didepan mereka". Dengan begitu, mereka akan tetap berpikir seperti itu. Dikemudian hari saat aku tiba2 menghilang dan mengatakan aku sakit, aku akan senang jika mereka menganggap itu hanya pura2. Karena dengan begitu aku bisa dengan leluasa bebas dari rasa sakit dianggap 'berbeda'. Dan dua bulan itu kemudian berlalu dengan meninggalkan kenangan pada mereka semua, kenangan milik mereka. Dan aku, yang aku dapatkan adalah senyum mereka kembali. 

Thursday, March 6, 2014

Alhamdulillah...Is The Only Word I Can say

Membayangkan hari ini pada hari kemarin adalah seperti mimpi. Setelah sekian banyak air mata dan 'kesakitan' aku bisa bernapas dengan sedikit lega. Bukan yang terakhir, tantangan lain sudah menanti didepan mataku. Aku tak akan lagi membuka hatiku untuk dilukai, dikecewakan atau merasakan simpati kepada orang-orang yang aku pernah tahu. Like my friend said 'they are somebody that i know, but then they are somebody i knew, then now, they are somebody i used to know'. Menyakitkan memang ketika aku sudah mengingat mereka semua pada memori indah, tapi dalam waktu singkat mereka membakar semua memori itu menjadi arang kelam yang bahkan melihatnya aku ketakutan. Bagaimana aku bisa dekat kalau melihat saja aku sudah ketakutan? Bukan berlebihan mengatakan seperti ini, tapi bagi mereka yang tidak tahu posisiku dan selalu mengatakan 'masalahku' itu sepele, aku menghargai mereka. Itu pendapat mereka dan aku tidak berhak untuk mengatakan itu salah. Ya, kehidupanmu jauh lebih baik, tapi kehidupanku adalah yang terbaik untukku. Darinya aku belajar menjadi seseorang yang tahan dilukai, darinya juga aku belajar menjadi seseorang yang berani menghadapi kenyataan dan masalahku. 

Dan hari ini, aku sedikit bersedih. Dulu aku berharap mereka semua ada di memori indah yang akan aku jaga sampai kapanpun, tapi ternyata, aku tak mampu melakukan itu karena aku telah lelah. Mungkin sedikit kekanak-kanakan kalau aku mengatakan seperti ini. Tapi biarlah seperti itu. Aku bukan manusia sempurna, tapi aku sedang belajar dari setiap apa yang aku alami. Dan apabila semua yang terjadi adalah kerugian untukku, aku tak menyesal. Apapun yang sudah aku lakukan, biarlah itu yang mereka ingat, dan biarkan Tuhan yang mengetahui semuanya. Aku tidak akan belajar mengeluh, aku tidak akan belajar untuk mengumpat. Yang sedang aku pelajari adalah bagaimana aku menilai seseorang dengan sepantasnya. Bukan dengan harta, penampilan ataupun keakraban. Tapi dengan kenangan, kenangan yang diberikannya kepadaku. Semoga hari ini bisa menjadi kenangan lain bagiku. Kenangan yang membuatku bangkit kembali untuk berjalan di arah yang tepat. Terima kasih semuanya....