Friday, September 27, 2013

Hampir Satu Dekade

Malam ini, entah ada angin apa...pukul 18.45 hanya berpikir kosong tanpa sengaja. Hanya setelah sadar dan kembali fokus, sudah satu liter air mata menetes (hiperbola). Tiba-tiba teringat kepada dia, teman masa kecil yang selalu menemani dan menjagaku. Ya, sekarang ia hanya hidup dalam kenanganku saja. Hanya nama dan wajah masa kecilnya yang bisa aku ingat dan aku bayangkan. Ya, teman masa kecil yang sekarang sudah tinggal di sisiNya dengan damai.

Hampir satu dekade. Ya, benar..hari ini pada tanggal yang sama 10 tahun lalu aku tak pernah berpikir aku mendapatkan kado ulang tahun terburuk dan paling menyedihkan. Kehilangan seorang sahabat yang sangat aku sayangi dan aku jaga. Kehilangan seorang sahabat yang mengenalku dengan baik. Kalau aku tahu akan kehilanganmu hari itu, aku tak akan pernah mengatakan hal itu kepadamu, hal yang menyinggungmu dan membuatmu menangis. "Bukankah kau yang paling mengenalku, bukankah kau yang paling tahu aku, tapi kenapa juga kau menjadi orang yang berpotensi terbesar untuk menghancurkanku? terima kasih!" dan jawabmu hanya sebuah kalimat yang sampai sekarang aku tak paham maksudnya. Apakah aku masih terlalu kanak-kanak untuk mengerti? "Maafkan aku!" hanya sepatah kalimat yang kau ucapkan sebelum kau benar2 pergi selamanya dengan senyuman. Dan surat terakhirmu, sampai sekarang aku masih menyimpannya. Kenangan terakhir yang bisa aku ingat dan aku yakini bahwa aku harus terus hidup untuk mimpi dan harapan kita. 

"Walaupun hidup kita tak bisa diperkirakan, kita harus tetap maju!" aku ingat kalimatmu saat pertama kali kau tahu kekuranganku . Terima kasih kau menerimaku tanpa mengeluh aku merepotkan. Terima kasih telah menjadi teman pertama yang tidak membuat aku bersedih karena aku dijadikan teman bukan hanya karena aku memiliki sesuatu yang istimewa. Terima kasih. Dan mungkin, setelah 10 tahun ataupun lebih, aku akan terus maju untuk cita2, mimpi dan harapanku...yang juga milikmu. Hanya doa yang sampai sekarang bisa aku berikan untuk menemanimu. Semoga apa yang kau sampaikan padaku, akan terus menjadi kebaikan. :) 

Saturday, September 14, 2013

Bintang itu...

Sebenarnya ingin menulis sesuatu yang gembira, tetapi selalu saja berakhir aku tidak bisa mengungkapkannya dengan baik dan malah terlihat sedikit berlebihan. Jadi lebih baik menulis apa adanya dan merasakan kelegaan setelah menulisnya, dibanding menulis dengan bahasa yang rumit dan berpura-pura gembira. Hanya, ketika sesuatu terjadi, sesuatu yang menyedihkan terjadi, sesuatu yang menyenangkan terjadi, ketika tidak ada tempat berbagi hanya kepadanya aku bisa bercerita selain Dia. Kepada mereka lah aku bercerita dengan leluasa tanpa takut dihina, diejek, ditertawakan atau malah dibenci dan dijauhi. Kepada mereka juga aku membagi sebagian besar kebahagiaan yang aku rasakan. Terkadang saat aku sangat bahagia, aku bisa melupakan mereka sejenak, tapi mereka tetap ada disana menunggu aku menceritakan apa yang terjadi. Kedengarannya sedikit kekanak-kanakan dan gila atau mengada-ada, tapi benar, kebiasaan masa kecil terbawa sampai sekarang. Aku selalu menganggap mereka temanku walau mereka tidak bisa memberi saran atau menanggapi yang aku katakan, tapi, merasa didengarkan saja sudah membuat kelegaan dan memperingan beban yang sedang dirasakan. Saat aku merasa ada teman yang lebih baik dari mereka, dan mencoba membuka diri kepada teman-teman, aku menyadari aku bukan hanya perlu didengarkan, tapi juga mendengarkan dan memperhatikan. Kadang kedua hal ini mengalihkan perhatianku dari apa yang ingin aku lakukan untuk diriku, tapi aku senang melakukannya. Dan walau aku tertawa dengan temanku, mereka tetap ada disana. Dan saat aku bercerita kesedihanku kepada temanku, mereka juga ada disana, tetap disana. 

Dan sekarang, saat semuanya terasa begitu asing untukku, saat aku benar-benar membutuhkan tempat untuk memejamkan mataku sejenak, aku tak mampu meminta pada temanku. Dan aku hanya bisa kembali pada mereka, mereka yang tetap ada disana. Walaupun aku melupakannya, meninggalkannya, dan tak menceritakan apa yang sudah aku alami, mereka tetap ada disana. Walaupun hanya pada kegelapan aku bisa menemui mereka, walau hanya saat kelam aku dapat melihat mereka, mereka tetap ada disana. Aku ingin menjadi seperti mereka, kadang dilupakan, kadang tidak dipedulikan, kadang ditinggalkan..tapi tetap saja akhirnya aku akan kembali pada mereka. Seperti yang sering paman dan bibiku katakan "Bicaralah pada bintang" aku akan terus berbicara kepada mereka. :)

Sunday, September 8, 2013

Biarkan sakit hanya menjadi kenangan


Aku ingin berbagi cerita hari ini. Cerita tentang sebuah kasih sayang seorang wanita yang tak bisa dibandingkan dengan apapun. Kabar duka baru saja aku terima dari kerabatku yang ada diseberang pulau ini. "Masih ingat dengan mbah ri? Beliau meninggal tadi pagi nak" Nama yang disebut tidak asing bagiku, tapi aku tidak begitu ingat siapa dan apa hubungannya denganku. " Itu lho nak, yang sering ngejagain kamu waktu masih kecil yang rumahnya didekat masjid tempat kamu ngaji" Aku ingat sekarang, seorang nenek yang selalu tersenyum kepada semua orang dan mengajarkan kami tata krama, nenek baik hati yang selalu mengatakan "berterima kasihlah pada Allah, jangan padaku" setiap kali orang lain yang ditolongnya hendak berterima kasih. " Beliau meninggal nak, beliau meninggal tanpa kehadiran suaminya" Ya, berita ini benar-benar membuat yang mendengar sedih, tapi juga marah. 

Aku akan sedikit bercerita tentang beliau. Beliau memiliki seorang suami yang kalau anak jaman sekarang bilang playboy. Selama masih kuat bekerja dulu, beliau mengumpulkan uang, menabung untuk membangun rumah dan banyak lagi yang lainnya. Dia tidak bergantung kepada orang tua semasa masih muda dan hidup mandiri, aku mendengarnya dari tetangga yang mengenalnya sejak masih muda. Dia menikah dengan seorang pria yang (masih cerita dari tetangga) merupakan cinta pertamanya. Lamaran sang pria diterima dan mereka hidup dirumah yang mbah ri bangun dengan kerja kerasnya. Beberapa tahun awal kehidupan mereka masih baik-baik saja, sampai sang suami menunjukkan kebiasaan buruknya. (Masih cerita dari tetangga) Sang suami kepergok beberapa kali bertemu dengan seorang wanita yang ternyata adalah mantan istrinya. Dengan wanita itu sang suami tidak memiliki anak. Mereka bercerai karena wanita yang dinikahinya itu ternyata sudah memiliki pasangan, yang artinya suami mbah ri adalah selingkuhannya. Mbah ri yang sudah mengetahui apa yang terjadi tetap diam dan tersenyum, setiap kali tetangganya berbicara beliau hanya menjawab " Aku ikhlas mbok, kalo dia memang bahagia dengan mbak as**, aku ikhlas diduakan" Jawaban itulah yang membuat tetangga hanya diam melihat tingkah laku suaminya. Sampai akhirnya, terdengar kabar pernikahan sang suami dengan wanita yang dipanggil mbak as** oleh mbah ri. "Cerai saja lah, masih banyak lelaki lain yang lebih baik!" nasehat terakhir dari orag tua mbah ri. Tapi sampai saat beliau menghembuskan nafas terakhir, beliau masih setia kepada suami yang telah menduakannya.


"Nak, jangan sedih ya, masih ingat kan yang diajarkan mbah ri waktu kamu kecil? jangan penah takut untuk melakukan apa yang kamu sukai, termasuk yang dilakukan mbah ri, beliau tetap setia walau suaminya tidak bisa menjaga kepercayaannya." Aku bingung mau menanggapi apa, karena yang kuingat dari mbah ri adalah beliau selalu menangis dalam sujudnya dan menyebut nama suami yang dikasihinya, dan itulah yang aku lakukan sampai sekarang, dalam sujudku aku tak pernah lupa mendoakannya. "Budhe, mbah ri bukan orag kuat budhe, beliau bisa nangis kok, aku sering liat beliau nangis abis sholat, beliau juga nangis sambil ngaji, makanya Al Qur'an simbah rusak terus" 

Yah, sekali lagi aku kehilangan orang yang mengajariku tentang berartinya kasih sayang. Bagaimana bisa beliau bertahan selama itu dalam kebohongan suaminya?bagaimana bisa beliau memaafkan wanita yang bersama suaminya?bagaimana bisa beliau menerima apa yang terjadi padanya? Sekarang aku tahu jawabannya, seperti kata temanku, ikhlas dan sabar. Aku takkan munafik mengatakan aku orang yang ikhlas dan sabar, aku belum berada pada tahap itu seratus persen, tapi aku belajar, untuk menghargai apa yang orang lakukan padaku. Mungkin itu pelajaran bagiku, mungkin itu pengalaman bagiku. Sesakit apapun yang aku rasakan, aku akan belajar ikhlas. Seperti kata temanku, ikhlas itu enak, plong rasanya. Dan aku sedang belajar ikhlas dan sabar sekarang. Kepadamu, aku mohon mengerti apa yang sedang aku lakukan, aku masih belajar ikhlas, jangan hancurkan apa yang sedang aku coba. Aku tidak akan menghindar, tapi untuk sekarang, aku mohon mengerti apa yang aku lakukan. Aku tidak seberani tentara yang rela mati untuk negaranya, aku hanya seorang yang lemah yang bisanya hanya menangis jika sudah tak bisa bertahan.


Terima kasih Nek..semoga tempatmu yang terbaik disana.. :)  

Sunday, September 1, 2013

Look at The Sunset

Seberapa seringpun seorang anak menangis, sepertinya tidak sebanding dengan perjuangan Ibu untuk membuatnya dapat menangis. "Pernah bertanya pada ibumu sakitnya membuatmu menangis didunia ini?" Pertanyaan seorang nenek yang kini telah meninggal yang baru hari ini aku pahami. Maaf nek, baru hari ini aku mengerti maksud pertanyaanmu. Pikiranku yang selalu kekanak-kanakan menutup menerima maksud pertanyaanmu. Aku mengerti apa yang kau maksud "menangis". 

Ketika pertama kali keluar didunia ini, sebelum bisa melakukan semua sesuatu sendiri, sebelum bisa melihat dunia ini dengan baik, sebelum bisa berbicara seperti sekarang, aku harus menagis terlebih dahulu. Iya, aku mengerti maksudmu nek, aku harus menangis untuk memperlihatkan aku hidup. Aku harus menangis untuk bertemu dengan dunia yang dingin ini. Kehangatan didalam kandungan ibuku, tempat aku tumbuh harus berganti dengan dunia yang dingin yang menyapa saat pertama kali aku dilahirkan. Dan satu hal yang bisa aku lakukan hanya menangis, tangisan yang membuat kelegaan untuk semua orang karena itu menandakan bahwa aku hidup. Nenek benar, aku tidak pernah berani menanyakan padanya bagaimana perjuangannya mengantarkanku ke dunia ini.

"Tahukah kesedihan ibumu saat dokter mengatakan kau tidak sempurna?" pertanyaanmu yang kedua kan nek? Aku juga tidak pernah tahu maksudnya. Aku merasa sempurna. Aku memiliki fisik yang sempurna, sampai saat tiba-tiba aku selalu pingsan saat beraktivitas berat. Ya, aku tidak sempurna nek. Maaf aku juga baru mengetahui hal itu. Ibu terlalu pandai menyembunyikan kebenaran. Maaf nek, aku tidak bisa menjaga diriku lebih baik untuk kesehatanku. Aku tahu itu sekarang.

"Walau apapun yang terjadi, walau dunia menjauh darimu, ingatlah ibumu akan tetap menerimamu, karena ia adalah malaikat tanpa sayap yang akan menjagamu. Ingatlah, sesakit apapun dirimu terjatuh, bangunlah karena ia menunggumu dengan senyuman. Sebanyak apapun luka yang kau miliki, ia akan dengan sabar mengobatinya satu per satu. Jangan pernah mengatakan benci, karena itu akan menjadi beban dihidupmu. Biarkanlah apapun yang terjadi, itu pelajaran bagi hidupmu. Ketika kau menghindari masalah, masalah itu akan datang dua kali lipat untukmu" Catatan yang cukup panjang. Tapi pesan terakhir kakek dan nenek sebelum mereka meninggal akan selalu aku ingat. Dan hanya matahari terbenam yang akan selalu mengingatkanku kepada mereka, tentang semua kebijaksanaan yang mereka ajarkan, tapi ta pernah aku pahami. Hanya satu bab dari sekian banyak bab catatan yang bisa aku artikan. Mungkin aku harus hidup lebih lama untuk mengetahuinya satu per satu. 

Matahari yang terbenam bersamamu akan selalu aku ingat. Senyummu saat memberikan semua nasehat kepadaku yang belum mengerti apa-apa, aku merasa sangat tidak berguna saat ini, tapi aku telah berjanji, seburuk apapun keadaan yang aku hadapi, takkan ada seorangpun yang akan tahu, hanya kepadaNya aku akan bercerita, seperti pesanmu, Ibu...