Wednesday, March 26, 2014

Hal Terduga Tapi Tak Dapat Diperhitungkan

Aku sudah sering berpikir bahwa hal 'itu' yang dipikirkan orang yang tidak tahu, ketika melihat atau mendengar cerita dari sang pencerita. Aku tidak keberatan, tapi hari ini aku menyadari satu hal. Mengungkapkannya, berusaha membicarakannya membuatku gemetar. Entah, karena aku kesakitan menahan perasaan yang pernah aku rasakan atau karena aku ketakutan membayangkan kembali peristiwa itu. Untuk mengeluarkan sepatah kata saja, air mataku sudah mulai menggenang dan bersiap untuk jatuh. Kalimat yang keluar dari bibirku juga tidak kalah mengherankan. Aku seperti anak SD yang pertama kali ikut lomba pidato. Gemetaran tidak jelas dan ketakutan. 

Dan, hal kedua yang aku pikirkan adalah, jika satu orang ini berpikir seperti ini karena mendengar cerita sepihak, Lalu kepada berapa banyak orang lagi aku harus berusaha mengatakan kalau itu tidak benar? Apa aku salah dengan diam? Kalau begitu, aku akan tetap diam. Aku memilih untuk membiarkan mereka yang mendengar percaya apa yang mereka dengar, dan aku tidak peduli jika akhirnya aku yang disalahkan. Aku sudah tidak peduli lagi. Aku tak akan berusaha membela diri atau mencari pembenaran, karena Tuhan-ku tahu apa yang sebenarnya terjadi dan apa yang sebenarnya aku rasakan. Aku sudah tidak mau menjelaskan apa-apa, karena aku rasa kepada pelakunya sendiri aku sudah menjelaskan permasalahannya dengan jelas dan tidak ada sangkut pautnya dengan orang lain. 

Dan aku masih bingung ketika semua yang aku lakukan untuk 'menyembuhkan' diri masih dikait-kaitkan dengan peristiwa itu. Duniaku tidak sekecil itu teman, pikiranku tidak sesempit itu. Jika pikiran dan duniaku sesempit yang kalian pikirkan, aku adalah orang yang mementingkan diriku sendiri. Jadi tolong berhenti. Aku tidak bisa membuka hati dengan mendengar kata-kata seperti itu. Aku belum cukup kuat untuk dihancurkan dua kali dengan masalah yang sama. Dan jika kalian memang benar temanku, bukankah cara yang kalian tunjukkan sudah cukup memperlihatkan kalian ingin 'mengeliminasi'ku? Aku tidak keberatan dan tidak akan berusaha mendekat jika memang itu yang kalian inginkan. Tapi jangan kemudian kalian tuduh aku -menghindar..-menjauh tanpa sebab. Karena kalian yang memintaku, aku hanya memenuhinya. Aku bukan orang yang bisa meminta pertolongan berkali-kali jika kalian sudah menolak ataupun menunjukkan sikap menjauh. Karena, itu hanya akan membuatku berpikir, jika aku melakukannya aku akan mengganggu kebahagiaan kalian. Kemudian, pada saat kalian tanpa sengaja 'teringat' kepadaku, tidak perlu repot-repot menanyakan kabarku ataupun memaksa bertegur sapa. Karena aku tahu tempatku. Jadi aku hanya memohon, mengertilah karena aku sudah takut untuk mendekat kepada kalian :). 

Thursday, March 13, 2014

Akhirnya Aku Bisa Mengatakannya (I)

Aku selalu takut untuk berbicara jujur dan mengungkapkan apa yang aku rasakan. Tapi aku rasa ini saat yang tepat untukku untuk membiarkan mereka mengetahui apa yang sebenarnya ingin aku katakan dan apa yang aku rasakan. Kalian tahu, aku punya ingatan yang sedikit bagus untuk menyimpan apa yang berharga untukku. Aku ingin mengatakan apa yang kalian tanyakan selama ini, yang membuat kalian mengambil 'tindakan' kepadaku. Hal yang sepele tapi aku akan mengatakan yang sebenarnya. Setidaknya ini akan menjadi kenanganku saat aku sudah berada ditempat yang berbeda dari kalian.

( I ) Desember 2010-Januari 2011

Ada kejadian penting disini saat aku berpura-pura tidak tahu untuk berusaha tidak ikut campur masalah orang lain, sama seperti yang aku lakukan sebelumnya. Tapi apa daya, terlalu banyak kejadian besar terjadi pada saat ini. Kebahagian dan kedukaan menghampiri beberapa orang yang berharga dalam hidupku. Ya, mereka, para sahabatku yang bahkan untuk mereka aku bersedia meminggirkan 'nyawa'ku. Dalam waktu dua bulan, aku melihat mereka yang aku sayangi meneteskan air mata dan kedukaan mengambil senyum dari wajah mereka. Aku yang saat itu ingin mangacuhkan mereka, tapi aku tidak mau. Aku ingin berada disamping mereka walau hanya sekedar melempar lelucon garing yang membuatku tolol. Aku melihat mereka berduka dengan semua masalah yang sedang mereka alami. Kemudian tanpa memikirkan perasaan mereka, aku mencoba menemani satu persatu dari mereka, mendengarkan apa yang mereka ingin katakan.  Aku mendengarkan setiap cerita mereka, satu per satu tanpa harus aku beri tanggapan. Setiap cerita yang berbeda yang kemudian tanpa sadar mulai menarikku untuk ikut masuk. Dan saat itu, ada seseorang yang mengingatkanku, resiko yang akan aku dapatkan saat aku mengambil keputusan untuk meraih tangan yang terulur itu. "Ingat, salah satu dari mereka akan memanfaatkanmu" dan aku tak mempedulikannya. Yang ada dalam pikiranku saat itu adalah, bagaimana membuat mereka tersenyum lagi, titik, tak ada pemikiran lain. Toh kalau aku dimanfaatkan berarti aku punya sedikit manfaat.

Dan kemudian musibah itupun datang. Saat aku sedang 'mengijinkan' pikiranku menemani mereka menyelesaikan kekacauan, akupun mendapat kekacauan juga. 30 Januari 2011, aku diminta meninggalkan aktivitasku untuk sementara atau akan ada kejadian fatal yang akan aku alami. Aku tidak bisa mengatakan setuju kepada orang itu karena pada  keesokan harinya, 31 Januari 2011 aku sudah berjanji untuk menemani seorang sahabat untuk melepaskan sedikit bebannya. Dan itu yang aku lakukan. Benar saja, aku tidak berguna selama seminggu kemudian sejak hari itu. Dan seseorang tanpa kesan berdosa berkata kepadaku 'nggak usah pura2'. Inginnya aku tertawa kepadanya untuk meyakinkan aku memang berpura2, tapi aku merasa akan ada yang mengalir keluar dari hidungku. Dan akupun berjalan menjauh sembari berpamitan pulang. Sekali lagi, aku membiarkan mereka berpikir apa yang mereka percayai. Jika mereka berpikir aku berpura2, maka itulah yang akan aku lakukan. Seperti apa yang pernah seseorang katakan padaku "Orang lain tak akan tahu apa yang kau alami, kecuali mereka mengalaminya. Dengan sedikit perubahan yang bisa membuatmu 'mati', mereka tak akan mengerti sakitnya menahan agar kau bisa tetap terlihat 'hidup' didepan mereka". Dengan begitu, mereka akan tetap berpikir seperti itu. Dikemudian hari saat aku tiba2 menghilang dan mengatakan aku sakit, aku akan senang jika mereka menganggap itu hanya pura2. Karena dengan begitu aku bisa dengan leluasa bebas dari rasa sakit dianggap 'berbeda'. Dan dua bulan itu kemudian berlalu dengan meninggalkan kenangan pada mereka semua, kenangan milik mereka. Dan aku, yang aku dapatkan adalah senyum mereka kembali. 

Thursday, March 6, 2014

Alhamdulillah...Is The Only Word I Can say

Membayangkan hari ini pada hari kemarin adalah seperti mimpi. Setelah sekian banyak air mata dan 'kesakitan' aku bisa bernapas dengan sedikit lega. Bukan yang terakhir, tantangan lain sudah menanti didepan mataku. Aku tak akan lagi membuka hatiku untuk dilukai, dikecewakan atau merasakan simpati kepada orang-orang yang aku pernah tahu. Like my friend said 'they are somebody that i know, but then they are somebody i knew, then now, they are somebody i used to know'. Menyakitkan memang ketika aku sudah mengingat mereka semua pada memori indah, tapi dalam waktu singkat mereka membakar semua memori itu menjadi arang kelam yang bahkan melihatnya aku ketakutan. Bagaimana aku bisa dekat kalau melihat saja aku sudah ketakutan? Bukan berlebihan mengatakan seperti ini, tapi bagi mereka yang tidak tahu posisiku dan selalu mengatakan 'masalahku' itu sepele, aku menghargai mereka. Itu pendapat mereka dan aku tidak berhak untuk mengatakan itu salah. Ya, kehidupanmu jauh lebih baik, tapi kehidupanku adalah yang terbaik untukku. Darinya aku belajar menjadi seseorang yang tahan dilukai, darinya juga aku belajar menjadi seseorang yang berani menghadapi kenyataan dan masalahku. 

Dan hari ini, aku sedikit bersedih. Dulu aku berharap mereka semua ada di memori indah yang akan aku jaga sampai kapanpun, tapi ternyata, aku tak mampu melakukan itu karena aku telah lelah. Mungkin sedikit kekanak-kanakan kalau aku mengatakan seperti ini. Tapi biarlah seperti itu. Aku bukan manusia sempurna, tapi aku sedang belajar dari setiap apa yang aku alami. Dan apabila semua yang terjadi adalah kerugian untukku, aku tak menyesal. Apapun yang sudah aku lakukan, biarlah itu yang mereka ingat, dan biarkan Tuhan yang mengetahui semuanya. Aku tidak akan belajar mengeluh, aku tidak akan belajar untuk mengumpat. Yang sedang aku pelajari adalah bagaimana aku menilai seseorang dengan sepantasnya. Bukan dengan harta, penampilan ataupun keakraban. Tapi dengan kenangan, kenangan yang diberikannya kepadaku. Semoga hari ini bisa menjadi kenangan lain bagiku. Kenangan yang membuatku bangkit kembali untuk berjalan di arah yang tepat. Terima kasih semuanya....

Tuesday, January 28, 2014

Berputar ditempat yang sama atau ...?

Pertama hanya perasaan sakit, menyesal, bersedih dan marah,..
Hanya sebagai seorang manusia normal yang mempunyai rasa
Kemudian sesuatu memperparah...
Sesuatu yang meminta 'uluran tangan' padahal ia tahu tangan itu sudah hancur

Lalu ?
Apakah 'tangan' itu tetap terulur ?
Jawabnya adalah, Iya...
'Tangan' yang penuh luka itu masih terulur...
Kemudian apakah 'tangan' itu berguna dan digunakan ?
Jawabnya adalah, Iya...
'Tangan' itu, yang sudah penuh luka, memar, berdarah digunakan dengan baik
Lalu apakah 'tangan' itu tetap ia genggam ?
Jawabnya adalah, tidak...
Untuk apa menggenggam 'tangan' yang terluka jika 'guna'nya telah habis ?
Benar, manusia kebanyakan akan mengambil keputusan seperti itu juga..

Sekarang, kemana 'tangan' itu ?
'Ia' masih ada ditempat yang sama...
Apakah 'ia' baik-baik saja ?
Jawabnya tentu saja, Tidak..tapi 'ia' sudah mulai membaik
Apakah 'ia' akan tetap terulur ?
Jawabnya adalah, Iya...


Sebenarnya apa yang dimaksud semua kalimat diatas aku tidak tahu, hanya tanya jawab tidak penting yang terus aku dengarkan dari dua orang dengan menggunakan bahasa mereka (aku sudah meminta ijin untuk mengkopi percakapan mereka). 
Sepertinya jika aku masih ada disana, percakapan mereka akan semakin panjang dan tidak berkesudahan. Aku sedikit menangkap apa maksud mereka, tapi ketika aku ingin menjawab pertanyaan mereka dengan jawaban yang sama, aku tidak bisa melakukannya. Banyak hal baru, pengalaman baru dan pemikiran baru yang aku dapatkan yang membuat jawabanku untuk pertanyaan mereka berbeda. Dan ini adalah jawabanku. Kadang saat kita hanya melihat dari satu sisi, tanpa mengetahui maksud sebenarnya hal itu dilakukan, kita sudah berpartisipasi menghakimi keadaan. Padahal belum tentu kemampuan paksa 'tangan' yang luka dilakukan tanpa alasan. Menjaga hati, menjaga hubungan atau malah menghargai hubungan mungkin bisa menjadi alasan. Atau pemikiran lain yang membuat 'tangan' itu tetap terulur. Hanya satu hal yang pasti, jangan mendengarkan satu sisi kemudian menghakimi, atau mendengar dari satu sisi kemudian membuat perkiraan. Cukup satu, jika memang memintamu dengarkan, berusahalah mendengar walau itu sakit; jika memeang memintamu merasakan, berusahalah rasakan walau itu tak nyaman. Setidaknya engkau masih berusaha 'berguna' walau itu mungkin tidak pantas engkau lakukan. Lalu, apakah ada ruginya jika engkau mendengarkan ? Aku rasa tidak. Kau belajar mendengar dan merasakan apa yang dialami orang tanpa kau harus terlibat bukan ? Kemudian, kau bisa juga lari setelah itu. Tapi, saat kau berlari ketika seseorang membutuhkanmu, kau sudah membuktikan bahwa ia tak layak ada didekatmu. Cukup satu alasan yang akan membuat dia menghilang dari hidupmu, selamanya....

Thursday, January 23, 2014

Aku Percaya Hatiku

Aku percaya pada hatiku
Aku akan menerima kemana dia membawaku

Aku percaya pada hatiku
Aku telah menerima cinta yang diajarkannya

Aku percaya pada cintaku
Tanpa harapan dan kesempatan
Biarkan hatku menikmatinya

Aku percaya akan cintaku
Aku percaya pada cintaku...

Tuesday, January 21, 2014

Ketika Aku Membutuhkanmu

Sedikit berlebihan mungkin jika aku mengatakan aku memiliki kebiasaan buruk menghitung perkataan sama dari orang-orang untukku. Ada saatnya bahkan aku mengingat hal itu tanpa aku sadari. "Kau sudah pernah mengatakannya" Dan responku yang biasa saja selalu membuat kesal mereka. Jadi, kalian ingin aku bereaksi seperti apa? Mungkin seperti di TV, yang mendengar orang mengatakan sesuatu, menutup mulut dengan kedua tangan tanda kaget, kemudian berlari dan menangis? Pers*tan dengan semua itu. Tidak semua orang sama, atau kau berniat membuatku sama seperti itu? Aku bukan penyabar yang selalu terima dan malah berterima kasih saat disakiti. Aku tidak sekuat itu. Bahkan saat kalian menginginkan aku menangis aku akan menangis seperti yang kalian minta. Tapi, setiap tetes air mataku yang keluar karena kemunafikan kalian, disitu aku juga memanjatkan doa yang aku sendiri tak ingat apa itu. Saat aku bisa mengendalikan emosi, aku akan berdoa kebaikan untuk kalian, tapi saat aku kehilangan kendali, maka aku akan memohon keadilan dari Tuhan. Ya, keadilan!
                                                                       ***

Surat kecil dari temanku yang tetap aku simpan sampai sekarang. Berisi sebuah ungkapan kekecewaan kepada teman atau saudara atau keluarga? aku tidak tahu. Surat seorang anak berusia 10 tahun yang belum tahu apa-apa, namun isinya begitu keras sampai dia menyebutkan kata yang kasar. Saat itu aku tidak mengerti kenapa dia seperti itu, tapi sekarang aku paham. Aku memiliki seorang teman yang terlalu cepat dewasa dan sangat jauh pemikirannya dariku. Kekecewaannya, kemarahannya, kesedihannya dan tangisannya yang tidak bisa aku mengerti karena aku masih seorang anak 10 tahun yang belum mengerti apa-apa. Dan, aku yang sekarang baru mengetahui maksudnya. 

Saturday, January 11, 2014

Dan Pilihan Itu...

Kekuatanku hanya untuk ditunjukkan,
Ketika sudah terlalu banyak yang aku sembunyikan dan tak bisa aku hadapi, aku hanya akan berlari dan menjauh tanpa mau menoleh sedikitpun pada hal itu. Saat aku memerlukan 'teman', aku berusaha menoleh dan melihat tak ada siapapun lagi disana, ditempat aku menjadi 'teman' mereka. Ketika seseorang berkata kepadaku tentang hal yang mereka lihat dan aku lakukan, ketika mereka mengkritikku karena aku melakukan hal yang tak mereka sukai, aku hanya akan menerima tanpa berkomentar apapun, karena itu memang salahku dan selamanya hanya salahku. Dan kemudian seseorang bertanya kepadaku, bagaimana kau hanya menerima saat mereka tidak pernah tahu alasan kau melakukan hal itu?apakah mereka 'teman'mu hanya akan menerima sisi dirimu yang bersih tanpa noda, yang melakukan hanya kebaikan tanpa peduli seberapa besar luka yang kau tutupi dengan membuat kesalahan itu? Dan kemudian, apakah mereka pernah bertanya tentang alasan itu? Tentu tidak bukan, hal itu hanya dasar untuk menjaga jarak dari teman. Bukan berarti dengan mengetahui alasanmu, kau akan mengajak mereka jatuh juga bukan? Mengungkapkan alasan atau hanya sekedar bercerita itu lebih adil ketika kau hanya disalahkan tanpa bisa memberi penjelasan, dan kemudian kau masih memilih jalan seperti itu?Maka larilah dari orang-orang yang menyebut diri mereka 'teman'. Dan rasanya, sangat kasar mereka meninggalkan seseorang yang sedang terluka. Itu akan menambah ketakutan dan luka orang yang ditinggalkan, lebih tepatnya seperti ungkapan 'Habis manis sepah dibuang', dengan kata lain, saat yang dilakukan adalah meninggalkan tanpa berusaha menoleh lagi, maka yang ditinggalkan tidak bisa berharap apapun karena bagi mereka dia hanyalah 'yang dibuang'.

Kata-kata itu sangat kasar, tapi benar. Saat sesuatu sudah terjadi tanpa bisa diperbaiki, satu-satunya kesempatan yang ada hanya saling melupakan dan membunuh ingatan satu sama lain. Saat kepercayaan juga sudah dirusak dan dihancurkan, kemudian kesempatan sudah dibuka untuk memperbaiki, apakah kesempatan itu berharga? Tidak! kadang mereka malah semakin senang dengan menghancurkan kesempatan itu dan semakin menumpuk luka. Dan ketika kebaikan, kepercayaan, kasih sayang dan harapan sudah dihancurkan, maka kesempatan terakhir adalah memaafkan. Tapi sayangnya, kesakitan yang sudah menumpuk itu belum sembuh dan meninggalkan bekas yang tak bisa dihilangkan. Apakah kata 'maaf' masih bisa diucapkan dan diterima?Tidak! hanya orang yang berjiwa besar dan berhati sangat lapang yang bisa melakukan hal tersebut. Dan, saat keputusan untuk melupakan dipilih dibandingkan dengan memaafkan, maka berarti sudah tidak ada kesempatan lagi, hal yang sudah dirusak sudah tak bisa diperbaiki. Dan untuk membuang semua ingatan memang tidak mudah, mungkin bisa dilakukan seperti kisah fiksi, tapi dalam kenyataan, menyembunyikan ditempat terdalam dihati, dan membiarkannya tetap sakit agar tak terjadi kesalahan kedua kali adalah salah satu pilihan yang bisa dilakukan. Dan pilihanku adalah, membiarkan semua cahaya itu berubah menjadi kegelapan dan akan terus menjadi kegelapan yang aku tutupi sampai aku siap membuka kembali jendela dan membiarkan cahaya kembali masuk. Untuk saat ini, dan untuk esok, yang aku lakukan adalah kembali menjadi 'dia' yang selalu 'hidup'.