Friday, November 22, 2013

Maaf, Jika Aku Seperti Ini

'__
Sore ini seperti mimpi yang menjadi kenyataan bagiku. Diseberang sana tepat dihadapanku, seorang pria melambaikan tangannya seperti berharap aku melihatnya. Mataku tertuju padanya dan tanpa aku sadari, dia semakin dekat berjalan kearahku. Tak terasa, seulas senyum muncul diwajahku melihatnya semakin mendekat. "Sendiri lagi?"ucapnya dengan nada yang memebuat nyaman telingaku. "Hmm, seperti biasa, menikmati kesendirian."jawabku cepat tanpa melihat wajahnya. Tangannya meraih buku yang aku baca dan dengan wajah serius menatapku dia berkata "Jika ada yang berbicara denganmu, bisakah kau letakkan sejenak buku-buku kesayanganmu dan mendengarkan?" Aku hanya tertawa kecil melihatnya seperti itu. "Baiklah, jadi apa yang anda inginkan dariku Tuan Besar?" tanyaku sedikit menggodanya. Wajahnya mulai tenang dan ekspresi seriusnya menghilang mendengarkan ucapanku. Tanpa ragu dia meraih ujung lengan bajuku, membuatku berdiri dari bangku panjang. "Kalau begitu, sebaiknya kita berbicara sambil berjalan menyusuri sungai ini, bagaimana?"usulnya dengan wajah kekanakannya. Aku hanya tersenyum kecil dan mulai melangkahkan kakiku mengikutinya yang telah lebih dulu berjalan dihadapanku. "Hei, aku belum berkata 'iya' dan kau langsung berjalan saja meninggalkanku."ucapku dengan sedikit menggerutu. "Ya, karena aku yakin kau akan tetap berjalan dibelakangku walaupun aku belum mendengarkan jawabanmu"jawabnya sembari tersenyum. Dan benar, aku mengikutinya dari belakang dengan sedikit ragu dan menundukkan kepalaku. "Je, lihat keatas, temanmu ada diatas sana"ucapnya mengejutkanku. aku menghentikan langkahku dan melihat kearah tangannya. Seberkas cahaya kemerahan muncul diantara awan. "Hmm..sudah lama aku tak melihatnya"

'**
Matanya hanya melihat pada seberkas cahaya kemerahan yang aku tunjukkan. Aku hanya bisa melihatnya dari kejauhan. Bukan aku tak mau mendekat dan menikmati suasana sore ini bersamanya, aku hanya ingin menikmati senyum itu dari kejauhan. "Hei Dan, sudah lama sekali aku tidak melihatnya, terima kasih"ucapnya menyadarkanku dari lamunan. "Hanya sekali saja, aku ingin melihatmu tersenyum seperti itu sekali saja" ucapku lirih. "Kau mengatakan sesuatu Dan? aku tak bisa mendengarmu dengan baik"tanyanya kepadaku yang berdiri mematung memandangnya. Mata indah itu, dihadapan mata indah itu aku tak pernah bisa berbohong. Aku balikkan tubuhku dan mulai berjalan menjauh darinya. "Tidak, aku tidak berkata apa-apa. Cukup memandangi langit jinggamu, karena sekarang kau harus kembali kekamarmu."hanya itu yang bisa aku katakan untuk mengalihkan pembicaraan. Aku mendengar langkah kaki mendekat dan aroma khas dari tubuh seorang gadis yang aku kenal. Dia hanya tersenyum kecil dan mulai berjalan mendahuluiku. Aku mengikutinya dengan langkah lemas dan air mata yang mulai mengalir dari mataku. "Maaf, harusnya aku datang lebih cepat untuk menemanimu, maafkan aku." Mendengarnya dia hanya tersenyum. Tubuhnya tidak seperti dulu lagi dan aku baru menyadarinya sekarang, sahabat macam apa aku ini. Tubuhnya yang dulu berisi dan kulitnya yang kuning langsat, sekarang hanya tinggal tulang berbungkus kulit dengan warna pucat. "Tidak apa, melihatmu hari ini sudah cukup bagiku untuk melepas rindu kepadamu, sahabatku. Kalau begitu, jika kau tidak keberatan, maukah kau mengantarku kembali ke rua..ngan..ku?" Aku mempertegas langkahku dan mengejarnya cepat dari belakang. Tubuhnya ambruk, darah segar mengalir dari hidungnya. Dengan pikiran yang sudah tak karuan, aku menggendongnya menuju ruangannya. Disana sudah menunggu tim dokter yang merawatnya. Aku membaringkannya ditempat tidur diruangan itu dan mereka memintaku menunggu diluar ruangan. Hanya dari balik jendela kecil aku dapat melihatnya. Selang oksigen dipasangkan, alat pacu jantung sudah disiapkan. Keadaan sangat kacau hanya untuk menemukan bahwa jantungnya sudah tak berdetak lagi. 1x, 2x, 5x...alat pacu jantung tak membantu. Suara histeris terdengar dari dalam ruangan itu. Dia sudah pergi, dia yang senyumnya aku nantikan sudah pergi. Suara histeris seorang wanita masih terdengar dari dalam dan tim dokter dengan wajah kecewa dan sedih keluar dari ruangan itu. "Dia gadis yang kuat. Bisa bertahan sampai hari ini adalah hal yang luar biasa. Kami sudah berusaha semaksimal mungkin."ucap salah seorang dokter sebelum meninggalkanku tertunduk lemas disana, didepan ruangannya. Mataku tertuju pada wajah tidur seorang sahabat yang tak bisa aku temui lagi, seorang sahabat yang sangat berarti, sahabat yang aku cintai.

to be continued....

Hanya tulisan lama yang aku temukan saat membongkar tumpukan buku dilemari. Kembali menulis tidak ada salahnya. Sedikitnya bisa mengalihkanku dari pemikiran yang mengacaukanku, dan memulai kembali hobi lama walaupun belum sepenuhnya bisa menulis seperti dulu. Welcome Home, prima. :)

No comments:

Post a Comment