Sunday, September 8, 2013

Biarkan sakit hanya menjadi kenangan


Aku ingin berbagi cerita hari ini. Cerita tentang sebuah kasih sayang seorang wanita yang tak bisa dibandingkan dengan apapun. Kabar duka baru saja aku terima dari kerabatku yang ada diseberang pulau ini. "Masih ingat dengan mbah ri? Beliau meninggal tadi pagi nak" Nama yang disebut tidak asing bagiku, tapi aku tidak begitu ingat siapa dan apa hubungannya denganku. " Itu lho nak, yang sering ngejagain kamu waktu masih kecil yang rumahnya didekat masjid tempat kamu ngaji" Aku ingat sekarang, seorang nenek yang selalu tersenyum kepada semua orang dan mengajarkan kami tata krama, nenek baik hati yang selalu mengatakan "berterima kasihlah pada Allah, jangan padaku" setiap kali orang lain yang ditolongnya hendak berterima kasih. " Beliau meninggal nak, beliau meninggal tanpa kehadiran suaminya" Ya, berita ini benar-benar membuat yang mendengar sedih, tapi juga marah. 

Aku akan sedikit bercerita tentang beliau. Beliau memiliki seorang suami yang kalau anak jaman sekarang bilang playboy. Selama masih kuat bekerja dulu, beliau mengumpulkan uang, menabung untuk membangun rumah dan banyak lagi yang lainnya. Dia tidak bergantung kepada orang tua semasa masih muda dan hidup mandiri, aku mendengarnya dari tetangga yang mengenalnya sejak masih muda. Dia menikah dengan seorang pria yang (masih cerita dari tetangga) merupakan cinta pertamanya. Lamaran sang pria diterima dan mereka hidup dirumah yang mbah ri bangun dengan kerja kerasnya. Beberapa tahun awal kehidupan mereka masih baik-baik saja, sampai sang suami menunjukkan kebiasaan buruknya. (Masih cerita dari tetangga) Sang suami kepergok beberapa kali bertemu dengan seorang wanita yang ternyata adalah mantan istrinya. Dengan wanita itu sang suami tidak memiliki anak. Mereka bercerai karena wanita yang dinikahinya itu ternyata sudah memiliki pasangan, yang artinya suami mbah ri adalah selingkuhannya. Mbah ri yang sudah mengetahui apa yang terjadi tetap diam dan tersenyum, setiap kali tetangganya berbicara beliau hanya menjawab " Aku ikhlas mbok, kalo dia memang bahagia dengan mbak as**, aku ikhlas diduakan" Jawaban itulah yang membuat tetangga hanya diam melihat tingkah laku suaminya. Sampai akhirnya, terdengar kabar pernikahan sang suami dengan wanita yang dipanggil mbak as** oleh mbah ri. "Cerai saja lah, masih banyak lelaki lain yang lebih baik!" nasehat terakhir dari orag tua mbah ri. Tapi sampai saat beliau menghembuskan nafas terakhir, beliau masih setia kepada suami yang telah menduakannya.


"Nak, jangan sedih ya, masih ingat kan yang diajarkan mbah ri waktu kamu kecil? jangan penah takut untuk melakukan apa yang kamu sukai, termasuk yang dilakukan mbah ri, beliau tetap setia walau suaminya tidak bisa menjaga kepercayaannya." Aku bingung mau menanggapi apa, karena yang kuingat dari mbah ri adalah beliau selalu menangis dalam sujudnya dan menyebut nama suami yang dikasihinya, dan itulah yang aku lakukan sampai sekarang, dalam sujudku aku tak pernah lupa mendoakannya. "Budhe, mbah ri bukan orag kuat budhe, beliau bisa nangis kok, aku sering liat beliau nangis abis sholat, beliau juga nangis sambil ngaji, makanya Al Qur'an simbah rusak terus" 

Yah, sekali lagi aku kehilangan orang yang mengajariku tentang berartinya kasih sayang. Bagaimana bisa beliau bertahan selama itu dalam kebohongan suaminya?bagaimana bisa beliau memaafkan wanita yang bersama suaminya?bagaimana bisa beliau menerima apa yang terjadi padanya? Sekarang aku tahu jawabannya, seperti kata temanku, ikhlas dan sabar. Aku takkan munafik mengatakan aku orang yang ikhlas dan sabar, aku belum berada pada tahap itu seratus persen, tapi aku belajar, untuk menghargai apa yang orang lakukan padaku. Mungkin itu pelajaran bagiku, mungkin itu pengalaman bagiku. Sesakit apapun yang aku rasakan, aku akan belajar ikhlas. Seperti kata temanku, ikhlas itu enak, plong rasanya. Dan aku sedang belajar ikhlas dan sabar sekarang. Kepadamu, aku mohon mengerti apa yang sedang aku lakukan, aku masih belajar ikhlas, jangan hancurkan apa yang sedang aku coba. Aku tidak akan menghindar, tapi untuk sekarang, aku mohon mengerti apa yang aku lakukan. Aku tidak seberani tentara yang rela mati untuk negaranya, aku hanya seorang yang lemah yang bisanya hanya menangis jika sudah tak bisa bertahan.


Terima kasih Nek..semoga tempatmu yang terbaik disana.. :)  

No comments:

Post a Comment