Selalu, saat masalah dan kesulitan menimpa, kita manusia mencari pelampiasan untuk menyalahkan kenapa bisa terjadi semua ini. Tapi pernahkah terpikir untuk sekali saja untuk tidak menyalahkan. Bagaimana menanggapinya? Masalah memang akan menimpa manusia yang hidup didunia. Tapi masalah itu juga yang memberi pelajaran agar manusia menjadi lebih baik dan lebih dewasa jika ditanggapi dengan positif.
Sepetik kalimat itu yang aku baca dari sebuah artikel yang entah darimana aku lupa asalnya. Yah, intinya seperti itu. Aku seperti manusia gua yang mendapat cahaya matahari setelah sekian lama bersembunyi di kegelapan. Susah memang mengibaratkan seperti itu. Tapi benar saja, pikiranku sedikit terbuka setelah membaca kalimat itu. Yah, mungkin tak layak jika aku mengucapkan dari mulutku sendiri. Tapi sudah lumayan banyak orang yang mengeluhkan sifatku yang satu ini, kalo dalam bahasa jawa seperti ini ucapan yang aku ingat dari nenek2 yang tinggal disamping rumahku. "Wong kok yo nerimo wae, lha engko yen dipidak2 wong yo meneng wae opo?Sakit nduk dadi wong tulus, sirahe dipidak2 ora iso urip tenang, diriwuki wong terus, mikiri wong terus, lha sing dipikiri ora roso, ora ngregani sing mikirke."
Perlu terjemahan?sepertinya gak perlu lah ya. Ya, aku jadi sedikit bertanya, apa aku orang seperti itu? jika iya, berarti aku masih diberikan banyak kesabaran dan kasih sayang untuk dibagi dengan mereka orang yang aku sayangi. Keluarga, teman, sahabat, kekasih dan musuh sekalipun. Kenapa musuh juga? karena menurutku, musuhlah yang paling mengetahui kemampuan kita yang sesungguhnya. Saat mendapatkan seorang musuh, kenapa harus terbawa emosi dan balik menyerang tanpa pikir panjang. Sekali lagi, pertanyaan ini berlaku, bagaimana menanggapinya?
Tapi aku juga bukan orang yang sempurna. Mungkin nenek itu hanya sedikit mengenal aku. Yah, mungkin aku orang yang tulus, tapi aku juga sulit memaafkan kesalahan yang tak bisa lagi ditoleransi. Salah satunya pengkhianatan, karena aku mempunyai kisah buruk dengan itu, dan sampai sekarang aku masih belum bisa melupakannya. Egois memang, tapi hanya itu yang bisa aku lakukan saat akal sehat dan perasaan sudah terlalu sakit. Butuh waktu yang lama untuk membangun kepercayaan, tapi untuk menghancurkannya tak memerlukan waktu yang lama. Kemudian untuk memperbaiki kepercayaan, ada kalanya waktu bisa membawanya kembali atau tidak ada lagi kesempatan kedua. Semoga kita dapat menjadi orang yang menjaga titipan kepercayaan dari orang lain, entah itu keluarga, teman, sahabat, musuh maupun kekasih.
Semoga.
No comments:
Post a Comment